Meski demikian, Suryani terpaksa harus terus berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebab dirinya sudah menyandang status janda sejak tahun 2006, kala itu suaminya meninggal karena terlibat sebuah kecelakaan. Saat itu ia harus menanggung tiga orang anaknya, dua masih duduk di bangku sekolah dab satunya masih berusia 3 bulan.
Oleh karena itu, berdagang menjadi penghasilan utama Suryani semenjak ditinggal suami. Terbukti Suryani bisa membiayai anaknya sekolah hingga menabung dan membangun beberapa unit kontrakkan. Namun kondisi sekarang membuat penghasilan Suryani dari berdagang semakin anjlok bahkan sering kali dirinya nombok untuk belanja.
"Nggak ketutup sama sekali dari hasil jualan, kalau nggak dari pendapatan yang lain nggak bakalan bisa. Di waktu dulunya istilahnya kita kan menabung sedikit-sedikit, saya bikin kontrakan bisa buat sampai sekarang biayain hidup saya, dari saya ditinggal suami dari 2006 anak saya 3," jelasnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Fitri (46) seorang ibu rumah tangga menyatakan kenaikan harga komoditas pangan mulai dari beras hingga cabai rawit merah membuat Fitri harus serba irit.
"Berat sih (kenaikan harga pangan)," keluh Fitri.
Yang paling membuat Fitri merasa berat adalah harga beras yang tak kunjung turun, padahal menurutnya beras adalah makanan pokok yang harus selalu ada.
"Beras apalagi, itu kebutuhan pokok yang harus dimakan, kalau nggak makan beras itu ya kurang merasa kenyang," katanya.
Untuk membantu penghasilan suami yang bekerja sebagai karyawan swasta, Fitri membuka usaha rumahan kerupuk peyek. Namun omzet dagangannya juga tengah menurun hingga 50% karena beberapa macam bumbu mengalami kenaikan harga mulai dari bawang merah hingga kacang tanah.
"Sekarang sih untungnya udah nipis, karena kan harganya naiknya bisa 25%, bisa 20% itu kan ngurangin keuntungan kita. Itu bahkan bisa sampai 50% (penurunan omzet)," ungkap Fitri.
Tanggungan anak kuliah juga menambah beban keuangan keluarga Fitri, alhasil seringkali Fitri rela hanya makan dengan lauk sambal ataupun garam agar semua kebutuhannya bisa tercukupi.
"Alhamdulillah sih saya merasa cukup, karena saya syukuri apa yang kita punya, walaupun ibarat kata nggak ada lebihnya tapi kebutuhan Alhamdulillah cukup," ucap Fitri
Meski demikian Fitri masih berharap pemerintah bisa memperhatikan harga pangan agar bisa kembali stabil.
"Harapannya mulai sekarang kebutuhan pokoknya stabil aja gitu," tegasnya.
Kondisi yang sama juga dialami oleh Bambang, seorang pengemudi taksi yang setiap harinya menjadi tulang punggung keluarga. Bambang merasa kenaikan harga sejumlah komoditas pangan menjadi beban tersendiri.
"Kita ini masyarakat kecil kalau apa-apa mahal kan beban, belum (biaya) anak sekolah," kata Bambang kepada MPI di Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Meski demikian Bambang mengaku hanya bisa pasrah, sebab dirinya pun tidak tahu harus melayangkan protes kepada siapa. Ia lebih memilih fokus menjalankan pekerjaannya sebagai pengemudi taksi.
"Yang penting intinya saya nggak banyak protes, kita kerja nyari duit buat di rumah, nggak banyak ini, nggak banyak itu," ujarnya.
Hingga kini Bambang masih berharap pemerintah bisa mengambil tindakan agar harga bahan-bahan kebutuhan pokok bisa kembali stabil.
"Maunya sih kebutuhan pokok ini harusnya yang bisa terjangkau lah buat masyarakat kecil, baik beras, baik cabai, segala kebutuhan bahan pokok lah itu mudah-mudahan distabilkan," harapnya.