JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan merespons Rancanagan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian berusaha.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI dan Jamsos), Kemnaker, Indah Anggoro Putri menjelaskan, ketidakpastian berusaha akan mengganggu keberlangsungan berusaha dan pada ujungnya berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebab ketika terganggunya keberlangsungan berusaha, otomatis perusahaan bakal melakukan efisiensi alias mengurangi karyawannya.
"Kalau tidak ada ketidakpastian usaha, kami khawatir akan mengganggu keberlangsungan usaha, kalau keberlangsungan usaha terganggu di industri tembakau, kami khawatir akan berdampak pada pengurangan pekerja," ujar Indah dalam konferensi pers virtual dikutip Rabu (21/11/2023).
Lebih lanjut Indah menjelaskan setidaknya ada 4 pasal yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian berusaha di industri olahan tembakau dari adanya RPP Kesehatan. Seperti ketentuan dalam pasal 425, 427, 428, dan 440.
"Pandangan kami, bahwa dalam ketentuan didalam RPP aturan turunan UU 17/2023 tentang Kesehatan itu ada hal-hal yang mungkin akan berpengaruh terhadap hubungan industrial. Contohnya di pasal 425 pasal 427, pasal 428, dan pasal 440," kata Indah.
Indah memberikan salah satu contohnya pada pasal 425 dalam ayat (1b) berbunyi, setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan produk wajib mematuhi standar nikotin dan tar yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
"Pertimbangan ketenagakerjaan begini, penetapan standar maksimal nikotin dan tar oleh Kemenkes akan menyebabkan tumpang tindih regulasi, dan ketidakpastian usaha," sambungnya
Oleh karena itu, dikatakan Indah, saat ini pihaknya tengah mengusulkan bahwa standar nikotin tidak dibuat atau ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, tapi mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI).
Karena apabila lewat SNI, dalam menentukan standar nasional bakal melibatkan banyak pihak, bukan hanya Kementerian Kesehatan saja, termasuk melibatkan pakar, konsumen, hingga Kemnaker.
"Makanya kami bilang pakai SNI saja, kami punya pertimbangan," pungkas Indah.
(Feby Novalius)