BALI - Petani kopi di Indonesia memiliki masalah klasik yakni kesulitan menjual produk. Kebanyakan petani kopi belum memiliki kemampuan mengolah biji kopi menjadi produk siap jual.
Permasalahan ini dirasakan para petani Kopi Arabica Kintamani “Langit Bali”. Padahal kualitas kopi mereka tak kalah dari wilayah Indonesia lain, sebut saja kopi Aceh maupun Lampung.
Kopi Arabika yang berasal dari Pulau Dewata ini memiliki cita rasa serta aroma yang cenderung citrusy yang segar ditambah hint chocolaty, karamel atau brown sugar. Kopi Kintamani ini juga tidak memiliki cita rasa atau aroma spicy atau rempah-rempah khas jenis kopi di Indonesia lainnya.
Sayangnya petani belum bisa mengolah dan menjualnya dengan harga kompetitif. Keluhan petani ini disampaikan kepada Sekretaris Perusahaan PT Askrindo Cahyo Hari Purwanto.
"Tadi saya ngobrol dengan para petani, tantangannya bagaimana setelah menanam, jadi petani itu harus mengolah mereka mengolah itu mungkin ga punya alat, keahlian juga belum," kata dia, Jumat (23/2/2024).
Dengan keterbatasan, petani kopi lebih memilih datang ke tempat roaster. Namun ada cost yang harus dikeluarkan petani sehingga membuat margin berkurang.
"Keuntungan petani sekarang cuma 10% yang banyak keuntungan ada di barista, kalau dia bisa meningkatkan margin dengan mengurangi cost produksi tadi petani akan lebih sejahtera," ucapnya.
Untuk itu, dia menilai pelatihan marketing bagi petani sangat penting. Dengan begitu, petani kopi tidak hanya jago menanam saja namun juga mahir berjualan produknya.
"Permasalah yang sering terjadi ketika petani bisa menanam tapi mengolah ga bisa apalagi menjualnya. Ini problem klasik yang terjadi, jadi butuh tekad juga dari para petani," tukasnya.
Asal tahu saja, Kopi Kintamani ditanam di ketinggian 900-1000 mdpl di dekat Gunung Batur.
Perkebunan Kopi Kintamani ini biasanya juga menjadi lahan perkebunan jeruk atau sayuran lainnya. Berkat inilah aroma kopinya terasa seperti buah jeruk. Tentunya aroma dan cita rasa citrusy ini berasal dari cara penanaman tradisional tanpa proses chemical.
Sesuai dengan filosofi “Tri Hita Karana” yang masih dilestarikan hingga kini, semua proses penanaman hingga panen dilakukan secara alami dan tradisional. “Tri Hita Karana” sendiri jika diterjemahkan menjadi tiga penyebab kebahagian.
Salah satunya adalah filosofi untuk menjaga keseimbangan alam. Perkebunan Kopi Kintamani menjaga keseimbangan alam dengan juga menggunakan sistem irigasi subak, pupuk organik, dan tanpa pestisida. Selain itu penanaman pohonnya ditanam beriringan dengan pohon jeruk atau sayuran.
Jadi, tidak heran jika Kopi Kintamani juga dikenal sebagai kopi yang ecofriendly karena proses penanamannya yang begitu memerhatikan lingkungan. Kopi Kintamani juga sudah memiliki sertifikat Geographical Indication yang artinya jenis kopi ini sudah diakui secara internasional keberadaannya.
(Feby Novalius)