JAKARTA – Rencana membatasi pembeli bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite mulai tahun ini. Pengamat Energi Komaidi Notonegoro menilai sepanjang pilihan pemerintah itu membatasi pembelian pertalite maka implementasi di lapangan tidak mudah dan akan sangat kompleks.
"Artinya, belum akan menyelesaikan permasalahan. (Malah) bisa menimbulkan masalah baru karena kalau pilihannya pembatasan kan nanti kemudian akan banyak hal yg harus dilakukan oleh pemerintah, termasuk siapa yg berhak itu paling mendasar," terang Komaidi ketika dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (18/3/2024).
Komaidi juga mempertanyakan parameter pemerintah dalam menentukan siapa yang nantinya kemudian berhak mendapatkan Pertalite tersebut ketika sudah dibatasi.
"Nah, karena ini berkaitan dengan transportasi kan kemudian batasannya apa kan begitu. Apakah cubic centimeter (CC) atau tahun, sementara kan kalau kedua parameter itu akan dipakai blm tentu datanya akan valid," urainya.
Ia pun mencontohkan apabila parameter yang digunakan berdasarkan CC, maka kendaraan yang memiliki CC besar tidak akan berhak. Sebaliknya, hanya kendaraan CC kecil yang berhak.
Sementara, lanjut Komaidi, saat ini banyak mobil baru dengan CC kecil namun tergolong mobil mewah misalnya buatan Jepang maupun Eropa yang telah menggunakan mesin Turbo dan membuat CC mobilnya menjadi lebih kecil.
"Misalnya katakan sedan ada yg CC 1500 tapi sudah setara dengan yg dulunya katakan 3000 atau 4000 bahkan, nah kalau itu katakanlah dapat, sementara yang 1500 yg biasa tidak dapat atau yg 2000 tidak dapat inikan tidak pas juga," jelasnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu menambahkan, sementara kalau parameternya tahun, maka menurutnya mobil keluaran tahun terbaru namun tergolong mobil mewah seperti bMW atau mercedes yang berhak membeli sementara mobil-mobil yang sudah lama dimiliki masyarakat pada umumnya dengan harga yang jauh dibawah itu tidak dapat, itu juga akan dipertanyakan keadilannya.