JAKARTA - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendorong Harga Pokok Penjualan (HPP) gula dinaikan. Pasalnya, sejak Juni 2023, HPP gula belum ada perubahan atau masih tetap di Rp12.500 per kg.
Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen menjelaskan, Harga Acuan Penjualan (HAP) gula terus bergerak, sehingga harus menyamakan harga di pasar internasional. Namun selama ini, Harga Pokok Penjualan (HPP) yang ditetapkan terlalu rendah sehingga perlu dinaikkan.
Menurutnya, banyak faktor yang membuat petani mendesak pemerintah untuk menaikkan HPP gula, di antaranya fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) memiliki bunga yang murah, namun persyaratan yang harus dipenuhi susah.
"Pupuk untuk tanaman gula yang tidak mendapat subsidi. Petani yang harus mencari bibit tebu sendiri," ujarnya saat dihubungi Okezone.com, Sabtu (20/4/2024).
Kemudian pemberantasan hama massal yang ditiadakan, sehingga petani harus membasmi hama sendiri. Pengairan yang berkurang apalagi dengan adanya fenomena El Nino yang membuat tebu stunting dan harga pekerja yang semakin naik.
"Dengan beberapa faktor tersebut, petani berharap HPP gula akan naik, sebagaimana yang disampaikan dalam surat petani untuk Badan Pangan Nasional (Bappanas)," ujarnya.
Kendati demikian, Bappanas telah memutuskan sementara harga gula naik jadi Rp17.500 per kilogram (Kg). Para penjual pun dapat mengubah harga jualnya mulai dari 5 April 2024 hingga 31 Mei 2024.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa tingginya harga gula di luar mengakibatkan kenaikan harga gula agar tidak hilang di pasaran.
"Sudah kita berikan (relaksasi gula), jadi Rp17.500/kg, sampai 31 (Mei), gula kan tidak hilang kan sekarang, (karena) ada relaksasi," ujar Arief.
Arief menyatakan bahwa Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) puasa dan idul fitri menjadi salah satu pertimbangan untuk menaikkan harga gula. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga pasokan gula tetap stabil.
"Jadi waktu sebelum Lebaran, relaksasi gula ini sudah kita tetapkan, agar pemenuhan kebutuhan gula selama Lebaran kemarin tercukupi. Terbukti juga kan kemarin Lebaran, gula aman-aman saja," tandas Arief.
Selanjutnya sebelum musim giling tebu dalam negeri, Arief memperkirakan bahwa penyesuaian harga gula bagi konsumen juga diperlukan. Sebab jika harus mengimpor gula, harganya juga sedang meningkat.
"Harga di luar lebih tinggi daripada kalau kita produksi dalam negeri. Nah kalau yang seperti ini sebenarnya waktunya kita genjot produksi dalam negeri, berarti apa, bibit tebunya disiapkan, lahannya disiapin, pupuknya disiapin, standby buyernya meng offtake berapapun tebu yang ditanam karena bulan depan ini nanti panen," pungkasnya.
(Feby Novalius)