Industri Sepatu Lesu Gegara Pembatasan Impor Bahan Baku?

Kristalensi Bunga Nauli Sihite, Jurnalis
Minggu 12 Mei 2024 09:04 WIB
Industri Sepatu di Tanah Air Alami Penurunan. (Foto: Okezone.com/Antara)
Share :

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membantah adanya penurunan pertumbuhan industri alas kaki karena kebijakan pembatasan impor bahan baku yang diberlakukan. Di mana beberapa waktu ini, pabrik sepatu bata tutup menjadi sorotan publik.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, tidak ada hubungan penutupan pabrik PT Sepatu Bata dengan kenaikan tarif impor.

"Kenaikan tarif impor lebih disebabkan karena penguatan dolar AS dan bukan karena pemberlakuan lartas bahan baku impor," kata Febri, dikutip dari BBC Indonesia.

Adapun larangan dan pembatasan bahan baku impor (alas kaki) dan momentum penguatan dolar AS seharusnya dimanfaatkan oleh industri alas kaki di Indonesia.

"(Yaitu) untuk mencari bahan baku dari dalam negeri kualitas bagus dan harga lebih murah dari harga bahan baku impor," kata Febri.

Dia mengeklaim, ada banyak industri dalam negeri yang bisa memproduksi bahan baku untuk industri alas kaki.

"Kalau kapasitas produksi industri penghasil bahan baku industri alas kaki masih rendah, maka ajak investor untuk investasi di sektor industri tersebut mumpung permintaan bahan baku masih tinggi," tambahnya.

Kementerian Perindustrian juga siap memfasilitasi pencarian bahan baku dalam negeri dan fasilitasi industri yang memproduksi bahan baku.

Sementara itu, dalam hasil dialog dengan Kemenperin, PT Sepatu Bata Tbk mengatakan pabrik Purwakarta sebenarnya merupakan bagian kecil dari keseluruhan bisnis perusahaan, jika dibandingkan dengan produsen sepatu lainnya.

Oleh karena itu, menurut manajemen, penutupan pabrik Purwakarta merupakan langkah paling realistis. Meski begitu, Kementerian Perindustrian menilai langkah yang diambil Bata kurang tepat.

Sebab, saat ini kondisi industri sepatu nasional terus bertumbuh dengan kebijakan pengendalian terhadap impor barang jadi dan jaminan bahan baku.

“Kemenperin berharap setelah kondisi perusahaan membaik, suatu saat perusahaan bisa membuka kembali pabriknya di Indonesia dengan kapasitas yang lebih besar,” ucap Febri.

Dia menganggap, salah satu faktor yang menyebabkan penutupan pabriknya di Purwakarta adalah "inefisiensi produksi" dan "produk yang tidak memenuhi selera konsumen".

Sehingga, sambungnya, konsumen memilih untuk lebih fokus pada lini bisnis retail.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya