JAKARTA - Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah M Azrul Tanjung memastikan pihaknya akan mengutamakan aspek lingkungan apabila telah resmi menerima tawaran izin kelola tambang dari pemerintah.
Hal itu lantaran aspek lingkungan menjadi bagian yang melekat dengan Majelis Lingkungan Hidup.
"Majelis lingkungan hidup akan konsen pada lahan pasca tambang seandainya Muhammadiyah menerimanya (tawaran)," jelas Azrul ketika ditemui di Jakarta, Jumat (26/7/024).
Azrul juga menekankan bahwa pihaknya tidak menutup mata dengan adanya sekitar 2000 lubang bekas tambang di Bangka Belitung yang hingga hari ini tidak pernah di reklamasi.
"Ini tentu jadi perhatian kita," tegasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Pusat atau PP Muhammadiyah dikabarkan telah memutuskan untuk menerima izin usaha pertambangan atau IUP yang telah ditawarkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
Merespon hal itu, Pengamat Energi dari Universita Gajah Mada (UGM) meragukan Muhammadiyah dapat mengelola tambang karena tidak memiliki pengalaman di sektor tersebut.
Fahmy juga menegaskan, aktivitas tambang apalagi untuk komoditas batubara saja sudah merusak dan mencemari lingkungan. Hal itu tidak sesuai dengan domain pemerintah
"Misalnya, ramah lingkungan, hampir semua tambang apalagi batubara itu sudah merusak dan mencemari lingkungan," jelasnya.
Apalagi menurut Fahmy sebagian besar pengusaha tambang batubara tidak melakukan reklamasi pasca tambang. Hal itu lantaran biaya reklamasi yang besar sekali, bahkan lebih besar dari pendapatan yang akan diperoleh.
"Maka kemudian mereka meninggalkan begitu saja bekas tambang tadi yang kemudian mencemari lingkungan dan membahayakan juga bagi masyarakat sekitar," tegas Fahmy.
Fahmy pun mempertanyakan apakah Muhamadiyah akan melakukan reklamasi pasca tambang yang memakan biaya tinggi tersebut atau tidak.
"Nah pertanyaannya apakah Muhammadiyah akan melakukan (reklamasi) dengan biaya yang sangat tinggi? Saya tidak yakin juga. Itu sebabnya saya katakan bahwa keputusan (Muhammadiyah menerima tawaran IUP) ini blunder dan lebih kental (unsur) politik daripada bisnis," pungkasnya.
(Taufik Fajar)