JAKARTA - Desain Istana Garuda Ibu Kota Nusantara (IKN) dikritik mirip kelelawar hingga mistis. Menanggapi kritikan tersebut, Desainer atau perancang Istana Garuda Nyoman Nuarta mengaku tak mempermasalahkannya.
Dia mengaku kritik yang tengah ramai ini bukan pertama kalinya. Dia menegaskan bahwa hasil desain Istana Garuda IKN tak memiliki kesamaan dengan gedung-gedung lainnya.
"Saya bilang sama Pak Jokowi (Presiden RI) kalau model kayak gitu (sama yang desain yang lain), saya nggak mau deh, istana kita harus beda dengan yang lainnya, tanpa mengabaikan fungsinya," ucapnya, Minggu (11/8/2024).
Selain itu, Nyoman mengaku bahwa konsep dari desain Istana Garuda murni dari pemikirannya sendiri. Tak ada istilah ATM atau amati tiru dan modifikasi. Hal itu, sangat antik untuk diterapkan oleh dirinya.
Sementara itu, soal kesan mistis terhadap Istana Garuda, Nyoman mempersilakan persepsi dari masing-masing orang untuk berpendapat. Menurut dia, pendapat orang timbul sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalaman bahan mereka masing-masing.
"Kalau orang ngerti ini udah biasa, saya sudah dari zaman mahasiswa udah dikritik kok, enggak ada masalah gitu, tapi jangan bawa-bawa agama, jangan bawa bawa itu, enggak ada urusan. Kan nanti orang lain tersinggung, apa urusannya. Itu ada sampai bawa-bawa agama, karena orang Bali, karena orang Hindu, apalah gitu, jauh banget," kata Nyoman dilansir dari Antara.
Nyoman Nuarta mengungkapkan bahwa makna dari desain Istana ini yang nampak memeluk, mengandung filosofi untuk melindungi bangsa Indonesia.
Nyoman tak menampik bahwa desain Istana Garuda yang nampak memeluk menggambarkan makna bahwa Burung Garuda sebagai Lambang Negara sedang melindungi bangsa Indonesia.
"(Orang menilai bahwa Istana Garuda menunduk, artinya pak?) Kalau Garuda ngedongak, sombong dong. Terserah lah itu image orang. Saya buat sayapnya itu memeluk seperti melindungi," kata Nyoman.
Tinggi Istana Garuda di IKN, kata Nyoman, mencapai 44 meter dari jalan dan 88 meter dari permukaan laut. Secara keseluruhan, ketinggian dari istana ini mencapai 70 meter dari puncak bangunan Garuda.
"Tingginya kurang lebih dari jalan itu 44 meter, tapi dari permukaan laut itu 88 meter. Ditambah ketinggian 70 meter dari Garuda itu," katanya pula.
Desain lingkungan sekitar istana juga diperhatikan dengan cermat. Nyoman mengungkapkan bahwa tebing di sekitar istana akan ditanami berbagai tanaman untuk menciptakan suasana asri dan sejuk.
Selain itu, tuang tunggu di dalam istana juga dirancang dengan konsep yang tidak biasa. Nyoman menyebut ruang tunggu tersebut akan terasa melayang karena posisinya berada di antara tebing setinggi 30 meter dan langit-langit setinggi 30 meter.
"Jadi ruang tunggunya kita nggak biasa, Jadi dia seperti melayang, tebingnya 30 meter, langit-langitnya 30 meter. Jadi tamu-tamu di dalam tanpa pake AC, karena nanti angin itu keluar masuk melalui celah-celah sayap itu," ujarnya pula.
Nyoman juga menekankan bahwa ruang tunggu tersebut tidak memerlukan AC, karena angin akan mengalir masuk melalui celah-celah sayap Garuda, menciptakan sirkulasi udara alami yang sejuk.
"Jadi nyaman karena panas bisa drop drastis. Misalnya di luar 35 derajat celsius, di dalam itu bisa 24 derajat celsius. Jadi (bisa) turun banget panasnya," kata Nyoman.
Nyoman juga mengungkapkan bahwa kesan mistis terhadap Istana Garuda adalah hal yang terbuka untuk interpretasi masing-masing individu, yang dipengaruhi oleh pengalaman pribadi mereka.
Ia menekankan bahwa kritik yang diberikan harus bersifat konstruktif dan tidak dikaitkan dengan isu agama.
Nyoman Nuarta mengungkapkan desain Istana tersebut dirancang berbeda dan tak memiliki kesamaan agar menunjukkan kewibawaan, bukan mengarah kepada aura mistis.
"Jadi kalau itu menjadi aura mistis dan segala macam, ya itu terserah masing masing lah, tapi kita membuat itu tentu Istana itu agar berwibawa, kita butuh butuh wibawa itu," kata Nyoman.
Dia menekankan agar jangan orang berpikir bahwa membangun Istana seperti halnya membangun rumah ataupun gedung-gedung yang memiliki kesamaan dengan yang lainnya. Pembangunan Istana harus menggambar ciri bangsa itu sendiri.
"Jangan berpikirannya seperti rumah karena kebawa-bawa dari zamannya kolonial. Istana ini harus kita bangun sendiri dengan ciri kita sendiri," ujarnya.
Dirinya menegaskan bahwa sebagai orang yang menjadi perancang dasar Istana itu, dia tidak menginginkan ada kesamaan dari hal itu.
"Kita kan membangun itu namanya Istana berbeda dong dengan bangunan-bangunan rumah yang lain, bangunan hotel, termasuk bangunan yang sudah ada, saya nggak mau," tegasnya.
Dia juga menjelaskan warna yang terlihat atau nampak gelap dari Istana itu. Dari depan merupakan kuningan yang akan berubah warna menjadi hijau, hal itu tergantung alamnya.
"Kelembapan alam kita itu dia secara pelan-pelan dia oksidasi berubah ke biru-biru toska," jelasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)