Dekarbonisasi di kawasan ASEAN juga harus memprioritaskan optimalisasi investasi publik dan swasta, karena upaya ini bisa memakan biaya yang sangat mahal.
“Itulah sebabnya saya senang mengetahui bahwa taksonomi ASEAN untuk keuangan berkelanjutan dapat berfungsi sebagai kerangka kerja yang berharga bagi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam upaya dekarbonisasi, terutama dalam mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan yang dapat mendukung tujuan penghindaran perubahan iklim,” ucap Sri Mulyani.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, menyebutkan sejumlah upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim seperti kerja sama dengan Singapura dalam perdagangan listrik ramah lingkungan yang diperkirakan akan menghasilkan investasi sebesar USD 30-50 miliar dalam pembangkit listrik tenaga surya dan manufaktur solar PV.
Indonesia juga akan memanfaatkan cadangan mineral penting yang dimilikinya, antara lain untuk menghasilkan produk bernilai lebih tinggi, seperti baterai untuk kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi baterai untuk sumber listrik intermiten.
“Meskipun kami telah berupaya, kami tahu bahwa perjalanan ini masih jauh dari selesai. Kita tidak bisa melakukan ini sendirian. Kolaborasi sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi yang diperlukan dapat diakses untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh kawasan; dan investasi besar tersedia untuk mendanai inisiatif dekarbonisasi ini,” cetusnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)