JAKARTA - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran yang terjadi di Indonesia diprediksi berlanjut. Gelombang PHK di berbagai sektor industri diperkirakan bakal terus membesar hingga bisa di atas 70.000 pegawai pada akhir tahun 2024.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI) Elly Rosita, menyebut sejak UU Cipta Kerja disahkan pada tahun 2020, belum ada pembukaan pabrik baru yang bisa menyerap ribuan tenaga kerja.
Berikut adalah fakta mengenai PHK 70.000 pekerja dirangkum Okezone, Senin (16/9/2024).
1. Data PHK
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan (kemnaker) ada 46.240 pekerja yang terkena PHK dari Januari-Agustus 2024.
LPEM FEB UI menerbitkan laporan mengenai Labor Market Brief per Agustus 2024 yang membahas PHK di Indonesia. PHK salah satu isu yang selalu menjadi perhatian di Indonesia, terutama dalam konteks ketidakpastian ekonomi dan perubahan regulasi ketenagakerjaan.
Pada tahun 2023, narasi PHK massal semakin sering menghiasi seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah, khususnya setelah penerapan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
2. Dampak Covid
Labor Market Brief UI ini juga akan mengulas apakah benar ada peningkatan signifikan dalam angka PHK di Indonesia, serta bagaimana regulasi saat ini, khususnya UU Cipta Kerja, mengatur hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja dalam konteks PHK.
Dalam laporannya, PHK massal cenderung mengemuka beberapa waktu terakhir, terutama di saat-saat krisis ekonomi atau perubahan kebijakan besar. Pada tahun 2023, gelombang PHK yang disinyalir meningkat tajam di berbagai sektor, terutama di industri manufaktur dan teknologi. Pandemi COVID-19 yang melanda sejak 2020 telah memperburuk kondisi ini, menyebabkan banyak perusahaan terpaksa melakukan efisiensi dengan cara mengurangi jumlah tenaga kerja.
3. Angka Pengangguran
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2023 tercatat sebesar 5,35%, yang menunjukkan penurunan dari 5,86% pada Agustus 2022 dan 6,49% pada Agustus 2021.
Meskipun demikian, angka ini terus menurun hingga mencapai 5,25% pada Februari 2024, mencerminkan pemulihan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja. Namun, dampak dari PHK masih sangat terasa di beberapa sektor, terutama di industri yang sangat bergantung pada ekspor dan sektor-sektor yang mengalami tekanan akibat perubahan ekonomi global. Hal ini terutama terlihat di daerah-daerah industri utama seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, yang mencatat angka PHK cukup tinggi sepanjang tahun 2023 dan awal 2024.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2023 tercatat sebesar 5,35%, yang menunjukkan penurunan dari 5,86% pada Agustus 2022 dan 6,49% pada Agustus 2021. Meskipun demikian, angka ini terus menurun hingga mencapai 5,25% pada Februari 2024, mencerminkan pemulihan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja.
4. Data PHK
Sementara berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sepanjang Januari hingga Oktober 2023, tercatat sebanyak 237.080 tenaga kerja terkena PHK. Angka ini menunjukkan adanya peningkatan yang konsisten selama periode tersebut.
Jika melihat lebih rinci, misalnya pada bulan Oktober 2023 saja, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 45.576 orang, yang merupakan peningkatan dari angka pada awal tahun. Selain itu, pada paruh pertama tahun 2024, tercatat 32.064 pekerja mengalami PHK hingga Juni 2024. Ini menunjukkan kenaikan 21,45% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023.
Peningkatan ini terjadi di berbagai provinsi, dengan angka PHK terbesar terjadi di DKI Jakarta (7.469 orang), diikuti oleh Banten (6.135 orang), dan Jawa Barat (5.155 orang) Beberapa sektor ekonomi menjadi penyumbang terbesar dalam peningkatan angka PHK ini.
5. PHK Sektor Manufaktur
Sektor manufaktur, terutama yang terkait dengan produksi untuk ekspor, sangat terdampak oleh kondisi ekonomi global yang tidak stabil. Sektor teknologi juga mengalami gelombang PHK karena banyak startup yang mengalami kesulitan pendanaan, yang memaksa mereka untuk merampingkan tenaga kerja.
Adapun PHK yang terjadi dalam beberapa sektor, seperti perbankan dan jasa keuangan, dapat dilihat sebagai konsekuensi dari proses digitalisasi yang telah mengurangi kebutuhan terhadap tenaga kerja manual. Fenomena ini mencerminkan bahwa peningkatan angka PHK bukan semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi makro yang homogen, melainkan juga oleh pergeseran struktural dalam industri yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.
Dengan demikian, penyebab PHK di berbagai sektor sangat bergantung pada dinamika sektoral yang spesifik serta kondisi ekonomi yang berlaku, yang berimplikasi pada perlunya adaptasi kebijakan ketenagakerjaan yang lebih responsif dan kontekstual.. Jika dilihat dari sektor industri, beberapa sektor memang mengalami peningkatan PHK yang lebih signifikan dibandingkan sektor lainnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)