JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menangani kebangkrutan 15 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), termasuk pencabutan izin usaha mereka. Dari jumlah tersebut, delapan diantaranya terjadi setelah penerapan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Anggota Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, menjelaskan bahwa LPS telah mencairkan dana sebesar Rp899,37 miliar untuk membayar simpanan nasabah dari 15 BPR yang bangkrut, melibatkan total 108.288 rekening. Dari jumlah tersebut, 99,23 persen atau 107.457 rekening dinyatakan layak dibayar, dengan nilai simpanan yang layak dibayar mencapai Rp719,37 miliar.
"Sejauh ini, kami telah melakukan pembayaran sebesar Rp658,79 miliar dari total simpanan layak bayar," ungkap Didik saat konferensi pers.
Sebagai bagian dari upaya penguatan BPR, LPS kini tengah menyiapkan program percontohan penerapan sistem teknologi informasi (IT) untuk 100 BPR yang terpilih, yang rencananya akan dimulai tahun depan. Program ini bertujuan meningkatkan daya saing BPR terhadap bank umum dan platform pinjaman daring.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa studi terkait program tersebut telah selesai, dengan target pembelian perangkat keras pada tahun 2025.
Purbaya juga menyebutkan bahwa LPS akan mengembangkan program pelatihan manajemen jarak jauh bagi BPR guna memperkuat kompetensi manajemen mereka menghadapi tantangan industri keuangan.
Hingga Agustus 2024, LPS telah menjamin sebanyak 99,78 persen atau sekitar 15,81 juta rekening nasabah BPR dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Sementara itu, jaminan simpanan untuk nasabah bank umum mencakup 99,27 persen atau sekitar 592,42 juta rekening.
Persentase tersebut lebih tinggi dari amanat UU LPS Nomor 24 Tahun 2004 yang menetapkan cakupan jaminan minimal 90 persen, serta rata-rata negara anggota International Association of Deposit Insurer (IADI) yang berada di level 80 persen.
Baca Selengkapnya: 15 Bank Bangkrut, Nasabah Dapat Rp899,3 Miliar!
(Taufik Fajar)