JAKARTA – Sejumlah perbankan masih rugi akibat meningkatkan pencadangan. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae pun menanggapi hal tersebut.
"Upaya peningkatan pencadangan merupakan langkah mitigasi dalam mengantisipasi risiko kredit apabila terdapat potensi peningkatan eksposur risiko kredit," kata Dian dalam jawaban tertulis RDKB OJK, Jumat (11/10/2024).
Adapun OJK mencatat NPL Coverage perbankan posisi Agustus 2024 tercatat sebesar 191,75% dengan NPL yang terjaga yaitu sebesar pada 2,26.
Menurut Dian, berdasarkan POJK Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) adalah penyisihan yang dibentuk atas penurunan nilai instrumen keuangan sesuai standar akuntansi keuangan (SAK).
Hal tersebut merupakan salah satu langkah stratejik Bank dalam rangka memitigasi terjadinya peningkatan eksposur kredit Bank baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
"OJK dalam hal ini senantiasa mendorong perbankan untuk terus memperkuat manajemen risiko dan menerapkan praktik prudential banking serta tata kelola yang baik agar perbankan dapat terus tumbuh sehat dan berkelanjutan," ungkap Dian.
Selain itu, peningkatan pencadangan dapat terjadi sesuai dengan penurunan nilai pada instrumen keuangan sesuai dengan SAK sebagaimana portofolio dan/atau eksposur yang dimiliki masing-masing bank.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL Gross perbankan yang relatif stabil di level 2,27% dan NPL Nett sebesar 0,79%. Kemudian Loan at risk (LAR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 10,27% (Juni 2024: 10,51%).
Rasio LAR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93% (Desember 2019).
"Sehubungan dengan hal tersebut, untuk saat ini belum terdapat risiko kredit yang berdampak pada profitabilitas bank secara signifikan," kata Dian.
Di sisi lain, langkah pengawasan OJK senantiasa dilakukan sebagaimana siklus risk based supervision antara lain melakukan pembinaan terhadap bank agar sejalan dengan Rencana Bisnis Bank, evaluasi pencadangan, dan kecukupan modal.
"Selain itu, OJK melaksanakan pengawasan on site yang dilakukan secara sampling agar pemberian kredit dilakukan sesuai prudential banking yang berlaku dengan risk management dan governance yang memadai dan melakukan evaluasi terhadap pencatatan laporan keuangan sesuai dengan SAK," jelasnya.
Secara umum hingga Agustus 2024, mayoritas industri perbankan di Indonesia membukukan laba. Adapun Laba industri perbankan tercatat sebesar Rp171,03 triliun, secara yoy tumbuh 6,42% dibandingkan Agustus 2023.
"Selanjutnya, berdasarkan proyeksi laba perbankan masih dapat tumbuh secara berkelanjutan, terutama setelah adanya kebijakan relaksasi Moneter berupa penurunan BI Rate dari 6,25% menjadi 6,00% yang selanjutnya dapat berdampak pada penurunan Cost of Fund, sehingga dapat menjadi faktor pendorong pertumbuhan berkelanjutan sehingga berkontribusi pada kinerja Bank," pungkas Dian.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)