JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani memangkas anggaran perjalanan dinas kementerian dan lembaga. Keputusan tersebut mendapat perhatian dari pengusaha hotel.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menilai, kebijakan tersebut menjadi penyebab usaha terseok-seok.
Hariyadi menyebut kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas kementerian dan lembaga membuat jumlah kunjungan tamu hotel menjadi sepi. Hal ini tentunya bukanlah sesuatu yang baik bagi bisnis perhotelan.
Menurut Hariyadi, situasi ini sebenarnya juga pernah terjadi di masa pemerintahan awal Presiden Joko Widodo di tahun 2015 silam. Dengan adanya kebijakan penekanan anggaran perjalanan dinas kala itu, bisnis perhotelan menjadi kelam selama tiga bulan.
"Kita pernah mengalami hal yang seperti ini di 2015 awal. Waktu itu pemerintah baru, Pak Jokowi, waktu itu kita sempat mengalami (kesusahan) tiga bulan. Jadi Januari sampai Maret waktu itu kita mengalami situasi yang sangat dalam sekali impact-nya waktu itu," ungkapnya.
Hariyadi menyebut pemangkasan anggaran terkait perjalanan dinas sebaiknya dikaji ulang oleh Pemerintah, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pasalnya menurutnya, anggaran perjalanan dinas sebenarnya merupakan stimulus untuk menggerakkan roda ekonomi di daerah.
Hal ini diungkap Hariyadi sangat penting untuk diperhatikan. Mengingat bisnis di bidang perhotelan dan juga restoran memiliki mata rantai yang sangat luas, mulai dari vendor yang bergerak di sektor peternakan dan pertanian yang memasok kebutuhan pangan hingga UMKM di sektor amenities.
"Perjalanan dinas dan akomodasi ini sebetulnya juga berfungsi sebagai stimulus. Jadi bukan hanya spending, tapi memang itu dirasakan di daerah itu menjadi stimulus. Nah satu lagi yang juga terdampak itu selain daripada pelaku usaha tadi yang di UMKM, juga pemerintah daerah," ujar Hariyadi.
"Pemerintah daerah itu kan mengutip pajak hotel dan restoran. Nah itu juga kan berkurang cukup signifikan. Jadi kami mengingatkan kepada Bapak Presiden dan juga kepada Bu Menteri Keuangan bahwa sektor ini jangan dilihat hanya sebagai expense atau biaya, tapi sebetulnya ini adalah stimulus," tambahnya.
Lebih lanjut, Hariyadi mengaku bahwa saat ini pun pemasukan di bidang hotel dan restoran sudah menurun. Penurunan konsumsi masyarakat telah terjadi khususnya untuk market menengah ke bawah. Ia pun berharap agar situasi ini bisa dicarikan solusi yang tepat.
"Kami berharap kebijakan ini dapat ditinjau kembali, karena dampaknya tidak hanya pada pelaku usaha, tapi juga pada tenaga kerja dan ekosistem pariwisata secara keseluruhan," tandasnya.
(Feby Novalius)