Strategi RI Hadapi Perang Dagang, Tawarkan Investasi Kompetitif

Ameiliani Putri, Jurnalis
Selasa 06 Mei 2025 21:02 WIB
Kebijakan tarif resiprokal terbaru yang diumumkan pemerintah Amerika Serikat menimbulkan kekhawatiran . (Foto: Okezone.com/Freepik)
Share :

JAKARTA - Kebijakan tarif resiprokal terbaru yang diumumkan pemerintah Amerika Serikat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku perdagangan global. Langkah yang diambil Presiden Donald Trump ini mencerminkan pendekatan perdagangan yang semakin transaksional dan sulit diprediksi, serta berpotensi mengganggu hubungan dagang, termasuk dengan negara mitra seperti Indonesia.

1. Strategi Indonesia

Menanggapi dinamika tersebut, Center for Market Education (CME) menilai bahwa respons pemerintah Indonesia sudah berada di jalur yang tepat. Di tengah ketegangan perdagangan dan ketidakpastian geopolitik global, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmennya menjadikan Indonesia sebagai pusat investasi yang kompetitif.

"Beliau menekankan pentingnya kemudahan berusaha serta penyederhanaan birokrasi dan regulasi yang selama ini membebani pelaku usaha," ujar CEO CME Carmelo Ferlito, Selasa (6/5/2025).

Menurut Ferlito, keterbukaan perdagangan, arus investasi, dan inovasi merupakan kunci untuk menjawab tantangan global saat ini. Kombinasi ketiganya diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas dan mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).

2. Daya Saing RI

Di tengah memanasnya perang tarif global, isu daya saing nasional kembali mencuat. Studi menunjukkan bahwa proteksionisme justru cenderung menghambat kemajuan ekonomi. Daya saing tidak lahir dari isolasi, melainkan dari keterbukaan dan inovasi.

Meski saat ini peringkat daya saing Indonesia belum memuaskan, hal ini justru membuka peluang besar untuk perbaikan. Pemerintahan Presiden Prabowo diharapkan dapat memanfaatkan momentum ini, apalagi banyak perusahaan global—khususnya dari AS dan Eropa—yang tengah mencari alternatif rantai pasok di Asia.

 

Alih-alih mempertahankan pendekatan protektif melalui tarif dan pembatasan kandungan lokal, Indonesia didorong untuk mengandalkan inovasi dan menciptakan iklim persaingan yang sehat. Data menunjukkan bahwa keterbukaan memicu produktivitas dan ketahanan ekonomi dalam jangka panjang.

Sektor-sektor tradisional seperti pertanian, komoditas, dan sumber daya alam yang selama ini kerap dipandang sebelah mata justru menyimpan potensi besar untuk inovasi. Mulai dari praktik pertanian berkelanjutan (sustainable farming), sistem logistik modern, hingga ekspor produk bernilai tambah (added-value), peluang transformasi terbuka lebar.

Pada 2024, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang 12,61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Perkebunan sendiri menyumbang 4,17 persen. Kelapa sawit tetap menjadi komoditas unggulan ekspor, sementara industri tembakau menyumbang lebih dari Rp150 triliun per tahun kepada penerimaan negara.

Di sisi lain, sektor-sektor baru seperti energi terbarukan, perumahan, dan industri kreatif menunjukkan tren pertumbuhan positif. Ketiganya berpotensi menjadi pilar ekonomi masa depan.

“Pemerintah perlu membiarkan sektor-sektor ini tumbuh secara organik. Dengan insentif yang tepat dan iklim usaha yang sehat—bukan lewat intervensi atau regulasi berlebihan—sektor lama dan sektor baru, yang seringkali diabaikan, dapat tumbuh berdampingan,” ujar Country Manager CME, Alfian Banjaransari.

(Feby Novalius)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya