JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5% pada kuartal I-2025. Di mana ekonomi Indonesia tumbuh melambat hanya 4,87%, sementara konsumsi rumah tangga juga tumbuh melambat hanya 4,89%.
Meskipun tahun ini diawali dengan semangat Ramadan dan Lebaran, pertumbuhan ekonomi nasional justru menunjukkan tanda-tanda penurunan. Kelemahan dalam konsumsi rumah tangga membuat pemerintah mempercepat implementasi program fiskal untuk mempertahankan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan di kuartal selanjutnya.
Pertumbuhan ekonomi nasional mencatat angka 4,87% pada kuartal I tahun 2025. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dan menimbulkan kekhawatiran, mengingat konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama ekonomi hanya berkembang 4,89%.
Momen Lebaran ternyata tidak cukup meningkatkan pengeluaran masyarakat. Berbeda dengan tahun lalu yang didorong oleh dampak Pemilu, kali ini aktivitas ekonomi berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat. Oleh karena itu, pemerintah cepat mengambil langkah.
Pemerintah membuat langkah cepat. Penyaluran bantuan sosial melalui Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako dimulai pada bulan Mei hingga Juni. Pencairan gaji ke-13 untuk ASN juga akan dilakukan lebih awal. Diharapkan, suntikan dana ini dapat meningkatkan pengeluaran rumah tangga dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan insentif fiskal untuk berbagai sektor strategis seperti properti, otomotif, dan industri yang padat karya. Stabilitas harga pangan terus menjadi perhatian utama, mengingat inflasi dapat menghambat daya beli masyarakat.
Tidak hanya pada sektor konsumsi, investasi juga ditingkatkan. Pemerintah membentuk Satgas Perluasan Lapangan Kerja, memperkenalkan Kredit Investasi untuk Industri Padat Karya, dan mempermudah perizinan melalui Inpres Deregulasi. Revisi regulasi di bidang penanaman modal juga sedang dilakukan untuk mempercepat aliran dana ke sektor-sektor produktif.
Peran BUMN dimaksimalkan melalui peningkatan belanja modal, sementara Kredit Usaha Rakyat disalurkan untuk mendukung usaha kecil dan menengah.
Untuk memaksimalkan dampak pengeluaran pemerintah, penggunaan anggaran dimulai lebih awal dari biasanya. Secara bersamaan, pemerintah mengupayakan ekspansi ekspor dengan melakukan negosiasi tarif dengan Amerika Serikat dan mempercepat kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa (EU-CEPA).
Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS serta mengakses ke OECD merupakan bagian dari rencana jangka panjang untuk memperkuat posisi ekonomi di panggung global.
Meskipun pertumbuhannya lambat, perekonomian Indonesia tetap lebih kuat dibandingkan negara tetangga seperti Singapura (3,8%) dan Malaysia (4,4%). Bahkan, pertumbuhannya jauh melampaui negara maju seperti Amerika Serikat (2,0%) dan Uni Eropa (1,2%).
Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penggerak utama, memberikan lebih dari setengah kontribusi terhadap PDB. Ekspor menunjukkan perkembangan positif, terutama di bidang non migas dan pariwisata. Pertumbuhan tertinggi terlihat di sektor pertanian, layanan lainnya, dan layanan perusahaan.
Namun, tantangan internasional masih ada. Risiko proteksionisme, ketegangan geopolitik, dan perlambatan ekonomi global diperkirakan masih akan mengganggu hingga akhir tahun. Proyeksi dari IMF menunjukkan bahwa perekonomian global hanya akan tumbuh 2,8% sepanjang tahun 2025.
Baca Selengkapnya: Ekonomi Indonesia di Bawah 5 Persen dan Konsumsi Rumah Tangga Lesu, Bansos hingga Gaji ke-13 Langsung Dicairkan
(Taufik Fajar)