8 Fakta Beras Oplosan, 4 Perusahaan Besar Terlibat hingga Kerugian Capai Rp99 Triliun

Taufik Fajar, Jurnalis
Jum'at 18 Juli 2025 09:52 WIB
Fakta Beras Oplosan (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan adanya praktik pengoplosan beras premium dengan kualitas rendah. Praktik curang ini sangat merugikan masyarakat sekaligus mencoreng tata niaga pangan nasional.

Hasil investigasi Kementan bersama tim pengawasan pangan di sejumlah wilayah menemukan beras bermerek yang dijual dengan harga premium, namun isinya ternyata campuran dengan beras medium atau tidak sesuai standar mutu beras premium. Kasus ini menjadi sorotan karena sangat merugikan konsumen dan petani.

Berikut fakta-fakta beras oplosan yang dirangkum Okezone, Jumat (18/7/2025):

1. Mentan Ungkap Beras Oplosan

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan tidak akan memberi toleransi terhadap pelaku pengoplosan.

“Kami akan menindak tegas praktik seperti ini. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap petani, konsumen, dan juga semangat swasembada pangan,” tegas Mentan.

Sesuai standar mutu beras yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, beras premium memiliki kadar air maksimal 14%, butir kepala minimal 85%, dan butir patah maksimal 14,5%.
Beras oplosan menjadi perhatian masyarakat karena ada dugaan sejumlah perusahaan mencampur beras biasa ke dalam kemasan premium atau medium, serta mengurangi isi bersih dari jumlah yang tercantum di label.

 

2. Kerugian Masyarakat Capai Rp99 Triliun

Mentan Andi Amran Sulaiman mengatakan sebanyak 212 merek beras yang beredar di pasaran diduga dioplos.

Menurutnya praktik curang tersebut telah merugikan masyarakat hingga Rp99 triliun per tahun.

Amran menyatakan angka kerugian tersebut didapat setelah dihitung selisih harga yang selama ini dikenakan kepada masyarakat dengan harga yang semestinya. Selisih harga kemudian dikali dengan berapa banyak beras oplosan yang telah terjual selama setahun.

"Sederhananya gini deh, kalau beras biasa harganya Rp12.000-Rp13.000, terus dijual Rp15.000, rugi nggak konsumen? Ya sudah, kali Rp3.000-Rp4.000 per total. Itu data kita kali nilainya yang ditemukan, potensi kerugian Rp99 triliun, 1 tahun," ujar Mentan Amran usai Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR.

"Kalau emas Rp18.000, kemudian dikulis mereknya Rp24.000, kemudian dijual dengan harga Rp24.000, penipuan atau off-lossan atau apa? Nah, sudah. Anda jawab. Ada yang off-loss, ada yang dicampur, ada yang direct langsung," lanjutnya.

Amran menjelaskan bahwa semula menemukan adanya anomali, di mana harga beras terus naik padahal stok beras melimpah. 

Pihaknya kemudian melakukan pengujian terhadap 268 sampel beras yang tersebar di 10 provinsi produsen beras terbesar di seluruh Indonesia. Dari pengujian ditemukan sebagian besar merek tak sesuai dengan mutu, harga dan takaran.

3.  Ada Keterlibatan 4 Perusahaan Besar

Kementerian Pertanian (Kementan) pun melaporkan temuan ini kepada kepolisian. Ada empat perusahaan besar yang memproduksi beras dengan kemasan tak sesuai regulasi dan sedang diperiksa oleh polisi.

Keempatnya adalah Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut, modusnya dilakukan dengan mencampur beras biasa ke dalam kemasan premium atau medium, serta mengurangi isi bersih dari jumlah yang tercantum di label.

“Contoh, di kemasan tertulis 5 kilogram, padahal isinya hanya 4,5 kilogram. Ada juga yang mengklaim beras premium, padahal isinya beras biasa. Selisih harga per kilogramnya bisa mencapai Rp2.000 sampai Rp3.000,” ungkap Mentan Amran Sulaiman.

Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf membenarkan pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

Beras oplosan menjadi sorotan masyarakat. Kemasan beras tertulis 5 kilogram (kg), tapi isinya hanya 4,5 kg.

4.  Pemprov DKI Jakarta Lakukan Audit Internal

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) pun bergerak cepat merespons dugaan beras oplosan yang menyeret Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Food Station Tjipinang Jaya sebagai produsen beras di wilayah Jabodetabek.

Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok, mengatakan pihaknya telah melakukan audit internal dan inspeksi langsung ke gudang beras milik Food Station di kawasan Cipinang, Jakarta Timur. Pihaknya juga tengah menunggu hasil pemeriksaan sampel beras Food Station yang diperiksa melalui laboratorium milik Dinas KPKP.

Iya (melakukan audit internal dan inspeksi langsung ke gudang Food Station). Kami lagi tunggu hasil pemeriksaan sampel beras FS yang kami periksa di lab DKPKP,” ujar Hasudungan.

Kepala Badan Pembinaan (BP) BUMD DKI Jakarta, Syaefulloh Hidayat mengaku belum mengetahui detail soal temuan Kementerian Pertanian hasil sampel beras PT Food Station Tjipinang Jaya yang dibawah standar mutu. Ia ogah berbicara lebih jauh soal temuan tersebut.

"Saya pelajari dulu ya, kalau saya sudah tahu saya pasti cerita," kata Syaefulloh saat ditemui di Taman Menteng, Jakarta Pusat.

Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok menanggapi hasil uji coba laboratorium yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) soal dugaan beras oplosan dari PT Food Station Tjipinang Jaya yang menyebut tidak sesuai standar mutu.

Dia mengatakan bahwa Dinas KPKP melakukan uji sampel terhadap 15 beras produksi Food Station sebagai pembanding dari hasil Kementan. Menurutnya hasil uji sampel akan keluar pada Jumat 18 Juli 2025.

"Iya biar mereka yang klarifikasi ya dan sebagai pembanding kami juga periksa 15 sampel tambahan," ujar Hasudungan.

"Kemungkinan besok (hasil uji sampel)," tambahnya.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) buka suara soal adanya respons terkait temuan kualitas beras produksi PT Food Station Tjipinang Jaya. Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Moch Arief Cahyono, sampel beras dari Food Station telah diuji di lima laboratorium yang berbeda.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sejumlah merek beras seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan lainnya tidak memenuhi syarat mutu beras premium sebagaimana standar yang telah ditetapkan.

Selain itu, hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa terdapat beras-beras tersebut dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Praktik ini dinilai merugikan konsumen dan mencederai prinsip keadilan dalam distribusi pangan.

“Jika pihak Food Station membutuhkan salinan data hasil laboratorium, silakan menghubungi Satgas Pangan Mabes Polri. Mereka telah memiliki seluruh hasil pengujian dan sedang mendalami temuan ini,” ujar Arief di Jakarta

 

5. Peritel Siap Beras Oplosan Ditarik dari Pasaran

Direktur Corporate Affairs PT Sumber Alfaria Triaya Tbk (Alfamart) Solihin menyatakan pihaknya siap untuk menarik seluruh peredaran beras premium di ritel jika terbukti melakukan pelanggaran melakukan oplosan.

Solihin mengatakan pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap peredaran beras premium yang selama ini beredar di ritel. Caranya dengan menunjuk konsultan independen melakukan pengecekan sampel secara random pada beras premium yang beredar di ritel.

"(Kalau terbukti tidak sesuai mutu) kita akan turunin yang paling pertama. Tapi kalau kita, tidak punya kemampuan untuk mengecek (beda beras oplosan dengan premium)," ujarnya 

Solihin menegaskan, peritel hanya menjual barang ke konsumen akhir alias tidak melakukan produksi. Beras yang masuk atau dijual di ritel merupakan hasil penawaran oleh beberapa pihak dan kemudian sepakati untuk harga jual kepada konsumen.

Terkait adanya kasus temuan beras oplosan itu, Solihin meminta kepada para pemasok untuk membuat surat pernyataan bahwa produk yang dijual di ritel adalah barang asli, bukan oplosan apalagi palsu. 

"Pemasok atau suplier itu haruslah jelas, bahwa yang kita beli adalah beras jenis premium, karena kita bayarnya adalah premium," tambahnya.

6. Pengakuan Pedagang Beras

Pedagang beras buka-bukaan soal kehebohan dugaan 212 merek beras premium dioplos. Kekhawatiran muncul di kalangan konsumen, terutama soal kualitas beras yang dijual dengan label premium namun tidak sesuai harapan.

Namun, di lapangan, para pedagang beras memiliki pandangan berbeda. Di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, aktivitas perdagangan masih berlangsung normal meski isu tersebut sempat membuat resah.

Haryanto, salah satu pedagang beras di pasar tersebut, menyatakan bahwa istilah oplosan kurang tepat menggambarkan kondisi sebenarnya. Menurutnya, yang banyak terjadi saat ini adalah penurunan mutu beras, bukan pengoplosan dalam arti mencampur beras subsidi pemerintah untuk dijual ulang sebagai beras premium.

“Yang terjadi bukan oplosan, tapi penurunan mutu karena harga gabah mahal,” tegas Haryanto kepada Okezone.

Dia menjelaskan, penurunan mutu dilakukan produsen untuk menyesuaikan harga jual dengan biaya produksi yang melonjak. Contohnya, kadar patah (broken) pada beras premium yang seharusnya di bawah 5 persen, kini bisa mencapai 10 hingga 15 persen.

Kenaikan harga gabah menjadi penyebab utama. Jika sebelumnya harga gabah berada di kisaran Rp5.000–Rp6.000 per kilogram, kini telah melonjak ke atas Rp7.000 per kilogram. 

Kenaikan ini terjadi setelah pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) baru sebesar Rp6.500 per kilogram.

Kondisi ini berimbas langsung pada harga beras di pasaran. Harga beras medium saat ini mencapai Rp13.000 per kilogram, meskipun Harga Eceran Tertinggi (HET) hanya Rp12.500. 

Sementara itu, beras premium dijual di kisaran Rp14.500 hingga Rp15.100 per kilogram untuk kemasan 50 kilogram, bahkan bisa lebih tinggi untuk kemasan eceran.

 

7. Bapanas Usul Beras Oplosan Dijual Murah

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyarankan peritel untuk tidak menarik beras oplosan dari pasaran tapi menjual dengan harga murah.

“Ngapain ditarik? Dijual murah saja,” kata Arief di Kantor Kemenko Bidang Pangan di Jakarta dikutip.

Menurutnya jika beras diketahui mengandung butir patahan (broken) lebih banyak dari yang seharusnya, maka peritel bisa menjual dengan harga sesuai patahan beras.

“Brokennya harusnya 15 persen, tapi misalnya brokennya 30 persen, jual saja senilai broken 30 persen,” tuturnya.

8. DPR Minta Polisi Bongkar Kasus Beras Oplosan

Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta kepolisian membongkar kasus temuan 212 merek beras yang diduga melakukan pengoplosan dengan menurunkan kualitas dan menaikkan harga di pasaran. 

Dia mendesak Polri untuk mengusut tuntas kasus beras oplosan yang telah merugikan rakyat banyak ini.

“Bongkar tuntas kasus oplosan beras yang merugikan rakyat banyak. Ungkap sindikatnya dari hulu hingga hilir agar tidak terus berulang. Apalagi kasus serupa ini bukan baru terjadi sekarang, tetapi sudah sekitar 10 tahun belakangan,” kata dia.

(Taufik Fajar)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya