JAKARTA — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyusun regulasi Indikasi Geografis (IndiGeo) khusus untuk produk kelautan, perikanan, dan pergaraman. Strategi ini sebagai upaya memperkuat daya saing sekaligus melindungi kekayaan hayati Indonesia dari klaim negara lain.
Regulasi ini tak hanya memastikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual, tetapi juga mencakup pembinaan, pendampingan komunitas, promosi, hingga akses pasar dan permodalan bagi produk-produk khas daerah. Tujuannya, menjadikan IndiGeo sebagai instrumen pembangunan ekonomi biru yang inklusif dan berkelanjutan.
Peraturan tersebut akan memuat mekanisme perlindungan, pendampingan penyusunan dokumen deskripsi, pembentukan kelembagaan masyarakat, hingga fasilitasi promosi, pemasaran, perizinan, dan akses permodalan. Regulasi ini memastikan bahwa perlindungan IndiGeo tidak hanya berhenti pada pengakuan Kekayaan Intelektual, tetapi juga berlanjut pada pembinaan, pemantauan, dan komersialisasi produk secara berkelanjutan.
"Peraturan ini jadi mitigasi agar jangan sampai terjadi klaim produk perikanan oleh pihak atau negara lain, baru kita kaget," kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Tornanda Syaifullah, Jumat (12/9/2025).
KKP mencatat sekitar 8.500 spesies ikan berada di Indonesia atau 37% dari total spesies dunia, serta lebih dari 900 jenis rumput laut yang dimiliki menunjukkan besarnya potensi kelautan dan perikanan Indonesia. Selain itu, estimasi potensi lestari sumber daya ikan mencapai 12,01 juta ton per tahun, sementara potensi produksi perikanan budidaya laut bisa lebih dari 50 juta ton.
Karenanya, dia menilai potensi ini menjadi pondasi penting sekaligus membuka ruang lebih luas bagi pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan yang memperoleh perlindungan IndiGeo. Terlebih hingga Juli 2025, sebanyak 11 produk hasil kelautan dan perikanan telah memperoleh IndiGeo, antara lain Sidat Marmorata Poso, Bandeng Asap Sidoarjo, Ikan Uceng Temanggung, Mutiara Lombok, serta beragam garam khas Nusantara seperti Kusamba, Amed, Tejakula, Pemongkong, Gumbrih, dan Garam Gunung Krayan.
"Kami telah mengidentifikasi 38 produk olahan dan 18 komoditas perikanan lainnya yang berpotensi besar untuk didaftarkan IndiGeo," urai Tornanda.
Tornanda menegaskan Indikasi Geografis bukan sekadar label, tetapi instrumen strategis. Melalui IndiGeo, Tornanda memastikan reputasi dan kualitas produk lokal dapat dilindungi secara hukum, sekaligus membuka akses ke pasar global.
"Produk dengan pengakuan IndiGeo juga memiliki nilai jual lebih tinggi, memperkuat identitas daerah, dan mendorong pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan,” tuturnya.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa Indikasi Geografis merupakan bagian penting dari strategi ekonomi biru Indonesia. IndiGeo diposisikan sebagai etalase produk kelautan dan perikanan di pasar dunia, sehingga produk Indonesia tidak hanya hadir sebagai bahan mentah, tetapi juga dengan nilai tambah, reputasi, dan identitas yang kuat.
(Feby Novalius)