Karenanya, dia menilai potensi ini menjadi pondasi penting sekaligus membuka ruang lebih luas bagi pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan yang memperoleh perlindungan IndiGeo. Terlebih hingga Juli 2025, sebanyak 11 produk hasil kelautan dan perikanan telah memperoleh IndiGeo, antara lain Sidat Marmorata Poso, Bandeng Asap Sidoarjo, Ikan Uceng Temanggung, Mutiara Lombok, serta beragam garam khas Nusantara seperti Kusamba, Amed, Tejakula, Pemongkong, Gumbrih, dan Garam Gunung Krayan.
"Kami telah mengidentifikasi 38 produk olahan dan 18 komoditas perikanan lainnya yang berpotensi besar untuk didaftarkan IndiGeo," urai Tornanda.
Tornanda menegaskan Indikasi Geografis bukan sekadar label, tetapi instrumen strategis. Melalui IndiGeo, Tornanda memastikan reputasi dan kualitas produk lokal dapat dilindungi secara hukum, sekaligus membuka akses ke pasar global.
"Produk dengan pengakuan IndiGeo juga memiliki nilai jual lebih tinggi, memperkuat identitas daerah, dan mendorong pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan,” tuturnya.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa Indikasi Geografis merupakan bagian penting dari strategi ekonomi biru Indonesia. IndiGeo diposisikan sebagai etalase produk kelautan dan perikanan di pasar dunia, sehingga produk Indonesia tidak hanya hadir sebagai bahan mentah, tetapi juga dengan nilai tambah, reputasi, dan identitas yang kuat.
(Feby Novalius)