JAKARTA - Rasio kredit bermasalah (non performing finance/NPF) Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) melonjak dari 7,99 persen (Desember 2007) menjadi 8,09 persen pada Januari 2008. Hal ini akibat menurunya daya beli masyarakat sehingga menghambat ekspansi pembiayaan.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, NPF adalah rasio kredit yang bermasalah (pembilang) terhadap total kredit diberikan (penyebut). Kenaikan NPF BPRS bisa saja disebabkan karena ekspansi pembiayaan melambat, penurunan kualitas aset/pembiayaan dan restrukturisasi NPF yang tidak berjalan efektif.
"Dari tiga kemungkinan tadi, penyebab melonjaknya NPF karena penurunan kualitas pembiaayan. Debitor kesulitan menghadapi tekanan ekonomi saat ini," paparnya.
Karena itu, lanjut Ryan, BPR syariah harus cermat dan jeli dalam mendeteksi debitor yang sensitif terhadap kondisi ekonomi cenderung melemah bahkan bisa memburuk.
Hal senada diungkapkan oleh Direktur BPRS Amanah Umah Bogor M Abduh. Dia menegaskan, kondisi ekonomi saat ini mempengaruhi pembiayaan maupun melonjaknya angka BPR Syariah.
Berdasarkan statistik perbankan syariah yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) per Januari 2008, melonjaknya NPF dari 7,99 persen menjadi 8,09 persen menyebabkan rasio pembiayaan dibandingkan simpanan (financing deposit ratio/FDR) turun dari 123,91 persen menjadi 120,30 persen. Pembiayaan tumbuh tipis 2,1 persen dan cenderung melambat dari Rp876,921 miliar menjadi Rp878,802 miliar.
Pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) juga meningkat 3,2 persen dari Rp707,706 miliar menjadi Rp730,495 miliar yang disertai dengan peningkatan jumlah nasabah DPK dari 329,499 menjadi 351,624. Sedangkan jumlah nasabah pembiayaan meningkat dari 89,270 menjadi 90,692.
(Rani Hardjanti)