SOLO - Naiknya harga beras belakangan dinilai karena adanya permainan kartel pada tatanan distribusinya. Bukti kuat adanya permainan kartel adalah harga beras meningkat, namun stok sama sekali tidak kekurangan.
Dalam hukum pasar, salah satu pemicu harga barang naik ketika stok atau suplai berkurang. Nyatanya fakta di lapangan stok beras sama sekali tidak mengalami kendala. "Dari hulu hingga hilir, sama sekali tak ditemukan persoalan (kelangkaan beras)," ungkap Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima, di Solo Rabu (25/2/2015).
Arya Bima menyebut angka kebutuhan beras nasional, sekitar 32 juta ton per tahun. Sementara hasil produksinya tercatat 35 juta ton per tahun. Terlebih lagi saat ini sejumlah petani di beberapa wilayah sudah mulai panen. Ada kemungkinan penambahan produksi sekitar 10 juta ton. Belum lagi stok yang ada di Bulog sekitar 2 juta ton.

Ketika ditanya apakah ada permainan dari mafia impor beras, Aria Bima pun tidak menutup kemungkinan indikasi tersebut.
“Kemungkinan memang ada (mafia beras), meski belum terbukti. Mereka bisa memainkan harga, sebagaimana terjadi pada komoditas lain, seperti daging, energi, illegal fishing, dan lain sebagainya,” tutur dia.
Sementara itu, menangani permasalahan harga beras di Solo, Asisten Bidang Perekonomian Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, Rochana, melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah pasar tradisional. Hasil sidak menyebutkan stok beras dari berbagai jenis masih tersedia. Bahkan stoknya berlebih dan pembelinya justru mengalami penurunan. Namun Rochana sendiri mengaku belum mengetahui penyebab harga beras melonjak tajam.
"Hasil di lapangan baik kalangan pedagang, baik grosir maupun eceran, tidak ada kelangkaan pasokan beras," jelasnya.
(Widi Agustian)