JAKARTA - Menteri Perdagangan Rachmat Gobel akan terus memperbaiki kondisi neraca perdagangan RI, walaupun selama tiga bulan pertama 2015 sudah mencatatkan surplus. Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Januari mengalami surplus sebesar USD709,3 juta, lalu sebesar USD740 juta di bulan Februari dan USD1,13 miliar pada Maret.
"Bagus dong (surplus). Kita akan membuka peluang-peluang pasar tradisional maupun yang non-tradisional," kata Rachmat di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/4/2015).
Rachmat menambahkan, langkah lainnya berunding dengan negara Uni Eropa terkait produk kelapa sawit Indonesia yang ditolak.
"Termasuk produk-produk misalnya kelapa sawit yang ada hambatan di Eropa. Kita harus ada lakukan upaya melobi dengan Uni Eropa. Apalagi kita lagi memulai perundingan CEPA," jelasnya.
Menurut Rachmat, dengan adanya perundingan ini akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. "Iya dong. Kayak Vietnam, mereka sudah menjalin dia mendapat kemudahan-kemudahan fasilitas untuk impor barang dari Vietnam. Nah kita tidak," jelasnya.
Disisi lain, produk Indonesia yang diekspor juga masih dikenakan bea masuk yang cukup besar. Hal tersebut juga akan segera diperbaiki. Tidak hanya itu, dirinya akan mengajak para pengusaha untuk meningkatkan produk dalam negeri yang mempunyai nilai tambah.
"Karena sekarang untuk mengatasi lemahnya ekspor, perdagangan berupaya supaya kita enggak defisit nonmigas. Caranya, menahan adanya surplus," ungkapnya.
Sementara itu, pihaknya juga akan berusaha semaksimal mungkin meredam tingginya impor. Pasalnya saat ini, masih belum maksimal dalam meredam impor, walaupun dalam data BPS sudah menurun.
"Kita berupaya secara bertahap. Jadi kita juga justru akan memperkuat SNI. Jangan nanti justru pasar dunia turun, semua barang diekspor ke kita. Karena kita ini lemah pengontrolan pasarnya, konsumen dijadikan ini semua. Makanya SNI harus kita perkuat," tukasnya.
(Fakhri Rezy)