HIMPITAN ekonomi membuat Darsono amat kesulitan mengenyam pendidikan formal. Ia sempat dilarang sekolah lantaran ketiadaan biaya. Bahkan diusir sang ayah karena ngotot ingin sekolah.
Namun, semangat pria asli Bantul, Yogyakarta ini untuk mengasah intelektualitas amat tinggi. Demi mewujudkan impian menjadi kaum terpelajar, ia merantau hingga ke Jakarta. Kerasnya kehidupan di Ibu Kota membuatnya terlunta-lunta dan memaksanya bekerja untuk menyambung hidup. Beragam pekerjaan dijalani Darsono, mulai dari menjadi buruh pembuat batu bata, berdagang barang elektronik hingga bekerja sebagai office boy (OB). Perjuangannya membuahkan hasil. Darsono berhasil mencicipi pendidikan hingga layak menjadi guru.
Enam belas tahun lalu, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu gelisah lantaran banyak anak putus sekolah usai menamatkan jenjang SMA karena mahalnya biaya kuliah. Berkaca dari pengalaman pribadinya, ia lantas menginisiasi ide membuat perguruan tinggi murah bagi semua kalangan. Pamulang menjadi rumah bagi cikal bakal universitas yang akan dibangunnya tersebut.
"Saya dendam terhadap kemiskinan dan kesulitan biaya sekolah. Saya bertekad harus sukses agar bisa membantu orang lain, terutama agar meraih pendidikan tinggi," ujar Darsono dalam berbagai kesempatan.
Kelahiran “Universitas Paling Murah”
Dendam Darsono tadi ditularkan ke koleganya, Dr. H. Dayat Hidayat, M.M. Keduanya berkolaborasi membidani kelahiran Universitas Pamulang (Unpam) pada 2000.
Di awal masa berdirinya, manajemen Unpam berada di bawah Yayasan Primajaya. Lahan dan semua aset yang dipakai Unpam sendiri merupakan "pinjaman" dari Yayasan Sasmita Jaya pimpinan Darsono. Ketika itu, Darsono yang sedang fokus mengembangkan SMEA Sasmita Jaya memberi tenggat waktu kepada Yayasan Primajaya untuk mandiri dalam waktu tujuh tahun.
Namun, hingga tahun keempat, Unpam hanya menjadi almamater bagi 120 mahasiswa. Darsono, melalui Yayasan Sasmita Jaya, kemudian mengambil alih manajemen Unpam. Dayat Hidayat, yang kini menjabat sebagai rektor Unpam mengenang, di era peralihan manajemen inilah masa uang kuliah murah di Unpam dimulai.
"Mulai dari Rp100 ribu per bulan, kini mahasiswa Unpam cukup mengeluarkan uang Rp200 ribu setiap bulannya untuk menjalani studi. Tidak ada beban biaya gedung atau uang pangkal," ujar Dayat dalam perbincangan dengan Okezone, belum lama ini.
Dengan biaya serendah itu, kampus yang dikenal dengan julukan Universitas Paling Murah ini pun menjadi favorit di kalangan menengah ke bawah. Banyak mahasiswanya merupakan pekerja dengan gaji pas-pasan seperti OB, petugas cleaning service hingga pemulung dan kuli bangunan.
Jenjang pendidikannya pun terbilang lengkap, mulai dari diploma, sarjana hingga magister dan doktor. Begitu pula program studi yang tersedia, dari ilmu sosial seperti hukum, sastra dan ekonomi hingga ilmu eksakta yang terkenal butuh banyak biaya seperti teknik.
Jatuh Bangun Membesarkan Unpam
Sejak awal, ujar Dayat, Unpam memang diniatkan sebagai institusi yang membuka pintu kuliah selebar-lebarnya terutama bagi mereka yang dalam keterbatasan. Namun, mewujudkan visi itu sendiri tidaklah mudah. Pasalnya, pandangan yang umumnya tumbuh di masyarakat adalah kita perlu membayar mahal untuk mendapat pendidikan berkualitas.
"Di awal Unpam berdiri saja, ada satu prodi yang hanya diisi satu mahasiswa. Kala itu, meyakinkan masyarakat sangatlah sulit. Bahkan, selama tiga tahun, saya berkeliling ke berbagai elemen masyarakat dan institusi untuk meyakinkan mereka," ujarnya.
Selain susahnya meyakinkan masyarakat, Dayat menyebut, birokrasi terkadang juga menghambat tersedianya pendidikan murah. Menurut Dayat, tidak ada pola pikir untuk mempermudah orang dalam memberikan pendidikan murah.
"Sebaliknya, yang berkembang justru bagaimana caranya mempersulit agar mereka mau mengeluarkan uang. Pola pendidikannya masih seperti itu, sehingga kita belum maju," tambahnya.
Melalui cerita dari mulut ke mulut, Dayat berhasil membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap Unpam. Terbukti, hampir dua dekade setelah berdiri, animo masyarakat untuk masuk Unpam sangat tinggi. Bahkan mereka datang dari Sabang sampai Merauke. Saat ini, sedikitnya 58 ribu mahasiswa menempuh pendidikan tinggi di bawah asuhan 1.400 dosen Unpam.
"Kami menargetkan, dalam waktu empat tahun ke depan, ada 100 ribu mahasiswa berkuliah di Unpam. Dalam waktu setahun, kami akan menyekolahkan 400 calon dosen untuk memenuhi rasio tersebut," tegasnya.
Trik Khusus Unpam Sediakan Kuliah Murah
Di Indonesia, belum banyak institusi pendidikan mengusung konsep pendidikan murah. Duet Darsono dan Dayat memiliki strategi tersendiri untuk menyediakan pendidikan dengan harga terjangkau dan tetap unggul dalam kualitas.
Untuk menekan biaya pendidikan, Dayat pun mencoba memaksimalkan semua potensi yang dimiliki Unpam. Dengan tidak membebankan uang pangkal dan uang gedung, mahasiswa Unpam mampu membiayai pendidikan mereka dengan biaya amat terjangkau.
"Unpam mungkin dianggap sederhana bila dibandingkan dengan kampus-kampus yang serba mewah. Tapi kemudian saya pertanyakan kembali, apa bedanya ruangan yang hanya beralas ubin dengan lantai yang dilapisi permadani? Kan tidak ada manfaatnya juga. Jadi dana tersebut dialokasikan untuk hal yang lebih berguna lainnya," paparnya.
Dayat sendiri percaya, semua orang punya kesempatan sama untuk mengenyam pendidikan, terlepas dari latar belakang mereka. Karena itulah, dia membuka pintu Unpam selebar-lebarnya untuk calon mahasiswa dari penjuru Indonesia melalui uang kuliah super murah tersebut.
"Kami ingin memberikan pendidikan yang seluas-luasnya bagi masyarakat. Karena kalau anak itu pintar, maka mereka bisa hidup dengan baik. Tapi kalau dia bodoh, mau hidup di gunung emas sekali pun pasti akan mati. Jadi fokus kami bukan akan di mana anak itu bekerja, tapi kami berikan ilmu supaya mereka pintar," pungkasnya.
(Raisa Adila)