BOGOR - Sejak tanggal 8 November hingga 25 November lalu, terjadi gejolak pada nilai tukar Rupiah di Indonesia. Gejolak ini terjadi karena pasar masih menantikan kebijakan Donald Trump yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan, selama sekira 2 minggu terakhir, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS mengalami depresiasi hingga sebesar 3,67%. Mata uang Indonesia kalah dari Thailand dan Inggris yang berhasil mengalami apresiasi.
"Bandingkan dengan negara lain seperti US apresiasi 3,87%, Thailand 1,85% lalu UK positif 0,59 %," jelasnya di Hotel Aston, Bogor, Sabtu (26/11/2016).
Namun, nilai tukar mata uang Indonesia terhadap Dolar AS masih lebih baik dibandingkan beberapa negara seperti Euro dan Ringgit Malaysia. Selain itu, nilai tukar Rupiah juga lebih baik dibandingkan dengan Brasil.
"Lihat misalnya Euro -4,25% lalu Malaysia -6,32% Kita enggak jelek-jelek amat. Bandingkan Brasil yang ada intervensi politik di dalamnya dan mata uang negatif 7,2%," jelasnya.
Kementerian Keuangan pun mencatat bahwa nilai tukar Rupiah masih mengalami apresiasi sepanjang tahun 2016. Tercatat, Rupiah berhasil menguat sebesar 1,63% terhadap nilai tukar Rupiah. Masih lebih baik dibandingkan dengan mata uang Rusia hingga Jepang.
"Tapi selama setahun Indonesia apresiasi 1,63% . Di bawah Brasil 14,24%, Thailand 13,71%, Rusia 10,89%, Afrika Selatan 8,77%, dan Jepang 5,76%," tutupnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)