JAKARTA – RUU Perkelapasawitan tetap akan dibahas sesuai tahapan yang telah ditetapkan. DPR tidak terpengaruh dengan Surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno yang meminta Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menghentikan pembahasan RUU tersebut.
“Kami tetap akan jalan terus. Tak boleh pemerintah melakukan intervensi,” ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Perkelapasawitan DPR RI Firman Soebagyo di Jakarta kemarin.
Firman mengungkapkan, dirinya pada Jumat 7 Juli 2017 ditelepon Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Sekretariat Negara (Kemsesneg) Muhammad Saptamurti.
Dalam komunikasi tersebut, Saptamurti mengatakan bahwa dalam surat tersebut, Mensesneg tidak bermaksud untuk menghentikan tahapan penyusunan RUU Perkelapasawitan. Tapi hanya menyampaikan pendapat yang disampaikan LSM kepada Menteri Pertanian.
“Jadi itu klarifikasi pihak Kemsesneg kepada saya,” kata Firman.
Menurut Firman, RUU ini sudah dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). RUU Perkelapasawitan yang sudah masuk dalam daftar Prolegnas ini telah disetujui oleh presiden atau pemerintah yang dalam hal ini diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
Oleh karena itu, kata Firman, pemerintah tidak boleh melakukan intervensi RUU Perkelapasawitan yang merupakan hak inisiatif dewan ini. “Karena itu mandat konstitusi,” katanya.
Firman juga tidak setuju jika RUU ini dinilai overlaping dengan UU Perkebunan. Karena UU Perkebunan itu mengatur 127 komoditi. Sementara itu, UU ini mengatur khusus tentang kelapa sawit.
“Untuk menyelesaikan perkelapasawitan perlu sebuah UU yang sifatnya lex specialis. Karena sawit itu sudah memberikan kontribusi terhadap negara berupa devisa yang jumlahnya Rp300 triliun per tahun atau sudah di atas penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi,” katanya.
Selain itu, sawit itu juga terbukti bisa mengatasi kesenjangan ekonomi masyarakat di Pulau Jawa dan luar Jawa. Di sisi lain ada juga persoalan petani dan masyarakat adat yang perlu ditata ulang dan diatur karena banyaknya lahan milik masyarakat yang dihutankan kembali oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
“Ada 1,7 juta hektare (ha) lahan milik petani di Riau statusnya belum jelas. Di sisi lain, yang namanya sawit ini dihadapkan pada kompetitor Malaysia yang sudah punya UU yang lebih rigid, sedangkan pasar CPO dunia itu yang menguasai Indonesia. Kalau kita tidak segera bikin regulasi, maka tak menutup kemungkinan kita akan digeser Malaysia sehingga potensi penerimaan negara akan mengalami penurunan,” kata Firman, yang juga Anggota Komisi IV DPR ini.
Di sisi lain, dengan UU ini akan mengatur hulu-hilir perkelapasawitan nasional. “Termasuk pemerintah itu harus punya grand startegy atau roadmap sawit nasional,” kata
Wakil Ketua Baleg DPR ini. Untuk itu, dia meminta Mentan Arman Sulaiman tidak perlu merespons dan menindaklanjuti surat instruksi Mensesneg tersebut. “Saya sudah telepon Mentan. Saya sudah kasih penjelasan ke Mentan,” katanya.
Ketika dikonfirmasi soal surat Mensesneg tersebut, Mentan tak bersedia memberikan penjelasan. “Sudahlah itu... tidak perlu dibahas... Kita nikmati dulu harga sembako saat ini yang stabil. Kita mati-matian menstabilkan harga itu,” ujar Mentan seusai menghadiri acara halalbihalal yang digelar Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian di Kantor Kementan, Jakarta.
Sebelumnya Mentan meminta LSM agar menghentikan kampanye hitam terhadap sawit. Sebab keberadaan sawit sangat menguntungkan Indonesia. Apalagi, Amran mengatakan, ada komunitas di bawah sawit dan pekerja sawit jumlahnya sekitar 11 juta.
“Kalau harga CPO jatuh, petani akan mencari penghasilan lain. Kalau cari penghasilan lain biasanya membabat hutan. Tidak ada yang bisa mencegah hal itu,” katanya.
Mensesneg Pratikno pada 22 Juni lalu menerbitkan surat yang ditujukan kepada Mentan Amran Sulaiman. Surat bernomor B.573/M.Sesneg/D-1/ HK.00.02/06/2017 tersebut berisi permohonan supaya pembahasan RUU Perkelapasawitan tidak dilanjutkan.
Keluarnya surat tersebut merupakan tanggapan atas surat Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati HAM dan Lingkungan Hidup bernomor 140/ KOALISI/HAMLH/V/2017 tanggal 23 Mei 2017 kepada Presiden Joko Widodo.
(Dani Jumadil Akhir)