JAKARTA – Indonesia harus mampu memanfaatkan revolusi digital yang tengah berlangsung demi mendorong perekonomian.
Bank Indonesia (BI) meyakini revolusi digital bisa membawa Indonesia pada lintasan pertumbuhan ekonomi 7% per tahun, lebih tinggi dari saat ini di kisaran 5%. Digitalisasi perekonomian akan memberikan terobosan dalam peningkatan efisiensi di berbagai sektor ekonomi yang lahir dari target maupun keputusan bisnis yang lebih akurat, mendorong inovasi, serta menciptakan perekonomian yang lebih inklusif. Akhirnya, produktivitas perekonomian akan meningkat, yang bermuara pada laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Di Indonesia, saat ini revolusi digital telah membuat masyarakat beralih dari pola konsumsi konvensional ke digital. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan rintisan berbasis digital tumbuh, baik di perdagangan barang dan jasa (e-commerce), moda pembayaran, maupun pembiayaan. Jumlah pengguna internet yang berbelanja secara online pada 2016 telah mencapai 24,74 juta orang. Dalam perhitungan BI, selama 2016, para pengguna jasa perdagangan daring atau e-commerce telah membelanjakan USD5,6 miliar atau sekira Rp75 triliun. Dengan kata lain, jika dibagi per individu, pengguna e-commerce di Indonesia, rata-rata membelanjakan Rp3 juta per tahun.
Baca Juga:
“Selain e-commerce, revolusi digital di Indonesia juga telah menyentuh sektor keuangan karena jumlah perusahaan teknologi finansial di Indonesia yang dalam dua tahun terakhir (2015-2016) tumbuh pesat sebesar 78%,” ujar Gubernur BI Agus Martowardojo dalam seminar ‘Globalisasi Digital Optimalisasi Pemanfaatan Big Data’ di Jakarta, kemarin. Walau begitu, menurutnya potensi besar Indonesia dalam memanfaatkan era digital belum dioptimalkan. Banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati manfaat dari revolusi digital.
Hal itu terlihat dari rasio antara jumlah pengguna internet dan jumlah penduduk di Indonesia yang rendah, yakni sekira 51% pada 2016. “Angka itu masih relatif jauh di bawah negara-negara tetangga kita seperti Malaysia yang sebesar 71% dan Thailand 67%. Di Inggris dan Jepang sudah mencapai di atas 90%,” katanya.
Belum maksimalnya pemanfaatan teknologi digital di Indonesia lantaran kualitas layanan internet yang tertinggal dibandingkan negara lain. Hambatan lain adalah investasi di bidang teknologi informasi (TI) yang rendah.
“Investasi TI di sektor-sektor utama pemberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi seperti manufaktur dan pertambangan relatif masih rendah, bahkan cenderung lebih rendah dibandingkan negara-negara dalam kelompok yang sama,” tuturnya. Jika hambatan-hambatan dalam pemanfaatan teknologi digital dapat diatasi, Agus memperkirakan digitalisasi ekonomi mampu memberikan nilai tambah sebesar USD150 miliar terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2025. Agus memaparkan, di beberapa bank sentral termasuk Bank Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir juga sudah mulai memanfaatkan layanan revolusi digital dengan optimalisasi Big Data guna mendukung proses pengambilan keputusan.
Baca Juga:
Di BI, layanan Big Data dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor moneter, pasar keuangan, stabilitas sistem keuangan (SSK), sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah (SP-PUR). “Kami meyakini bahwa revolusi digital yang tengah berlangsung ini apabila dapat dimanfaatkan dengan baik akan mampu membawa Indonesia pada lintasan pertumbuhan ekonomi sekira 7% per tahun,” ujarnya. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan semua negara telah mengembangkan tren ekonomi digital. Indonesia harus mengikuti tren tersebut agar tidak ketinggalan dengan negara lain.
Dia menerangkan, Indonesia dengan jumlah penduduk 250 juta merupakan modal utama dalam mengembangkan ekonomi digital. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro meyakini bahwa kehadiran Big Data yang diusung oleh BI bakal sangat bermanfaat dalam merumuskan perencanaan kebijakan. Menurutnya, kebutuhan data yang lebih aktual, sangat mutlak dalam hal perencanaan kebijakan.
Selama ini, analisis kebijakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan didasarkan pada data-data konvensional seperti data statistik, laporan rutin yang dikumpulkan beberapa waktu sebelumnya untuk dijadikan dasar proyeksi ke depan.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)