JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) harus menanggung selisih tarif kereta api ekonomi jarak sedang jauh yang seharusnya naik untuk keberangkatan 1 Januari 2017. Meski selisih biaya yang ditanggung sekira Rp30 miliar, KAI merasa kinerja keuangan tidak akan terganggu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 42 Tahun 2017, seharusnya perseroan sudah bisa menyesuaikan tarif kereta api ekonomi bersubsidi di 2018. Namun telah diputuskan bahwa untuk tarif penyesuaian itu tidak akan diberlakukan, di mana tarif kereta ekonomi tetap mengacu aturan lama Peraturan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2015.
Baca juga: Tarif KA Ekonomi Tak Jadi Naik, KAI Terbebani Biaya Subsidi Rp30 Miliar
Meski demikian, Direktur Utama KAI Edi Sukmoro mengatakan, pada prinsipnya KAI mendapatkan keuntungan karena memberikan pelayanan kepada publik. Untuk itu segala sesuatu hal akan dikembalikan kepada publik termasuk tarif yang tidak dinaikkan.
"Sehingga apapun yang didapat KAI harus dikembalikan pada masyarakat. Kalau rugi tentu tidak," ujarnya di Gedung Jakarta Railways Center, Stasiun Djuanda, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Baca juga: Kabar Bahagia! Tarif Kereta Ekonomi Tak Jadi Naik, Ini Daftar Rutenya
Edi mengatakan, KAI memperoleh pendapatan dari tiga sektor yakni penumpang, barang dan non angkutan. Edi tidak mendetailkan berapa keuntungan KAI dari tiga sektor itu, namun selisih tarif tidak menjadi beban pada kinerja keuangan.
"Saya pastikan Kereta Api Indonesia tidak merugi karena harus menutupi ini,"tegasnya.
Untuk diketahui, PT Kereta Api Indonesia (Persero) mengumumkan pembatalan penyesuaian tarif kereta api ekonomi jarak sedang dan jauh bersubsidi. Total terdapat 20 rute perjalanan kereta api yang semula direncanakan tarifnya naik untuk keberangkatan 1 Januari 2018.
(Rizkie Fauzian)