JAKARTA - Tindakan tegas Kementerian Pertanian (Kementan) menangani tata niaga pangan, tentu menjadi sorotan publik. Banyak pihak mendukung dan memberi acungan jempol pada langkah menyelesaikan benang kusut tata niaga pangan. Seperti diketahui bisnis pangan banyak terjadi anomali dan kejanggalan, diduga akibat ulah kartel dan mafia pangan.
Langkah strategis Kementan bersama Polri dan KPPU membentuk Satgas Pangan, menugaskan KPK berkantor di Kementan, maupun menggandeng BPKP, Kejagung dan lainnya mengawal program pertanian agar tata kelola pangan semakin membaik. Kini Satgas Pangan telah memproses lebih dari 200 kasus pangan. KPPU telah menindak kartel daging, telur, ayam dan lainnya. Bahkan lebih dari 40 kasus pengoplos pupuk diproses hukum.
Pengamat Politik dan komunikasi Hendri Satrio mengatakan, besar kemungkinannya ada pihak-pihak yang merasa terganggu dari kenyamanan yang mereka nikmati dari bisnis pangan selama ini. "Mungkin ada juga yang tidak berkenan bila Indonesia swasembada pangan termasuk industri media. Saya mengamati ada beberapa media yang pemberitaannya seperti berkolaborasi dengan mafia padahal katanya mendukung pemerintah. Berita-berita dan ulasannya cenderung mendukung kelompok tertentu. Apakah mungkin kelompok-kelompok ini adalah mafia pangan? Bila benar mafia harus segera diberantas. Kita harus waspada terhadap kemungkinan mafia pangan gunakan media untuk giring opini publik,” ungkap Hendri yang juga dosen Paramadina ini.
Dalam rangka revolusi mental dan bersih-bersih di Kementan, lanjut Hendri, media- media itu aktif memberikan opini dan pemberitaan bersebrrangan tentang kebijakan pertanian. "Padahal saya amati program Kementan itu pro-petani dan pola-pola tender pun diubah menjadi penunjukan langsung, sehingga yang dicitrakan mafia proyek gigit jari. Mentan ini memang tidak tebang pilih. Ada yang korupsi atau suap langsung dimutasi dan bahkan dicopot karena korupsi dan suap. Jumlahnya juga banyak," tambahnya.