JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setelah libur Natal diprediksi akan mengalami kenaikan meskipun hanya beberapa hari perdagangan menjelang tahun baru.
Pergerakan IHSG pekan lalu melemah 0,10% atau lebih rendah dari pekan sebelumnya menguat 0,71%. Ada pun high level yang diraih mencapai 6.176,09 di bawah sebelumnya di 6.186,05 dan level terendah mencapai 6.014,80 dari sebelumnya 6.069,16.
Analis Binaartha Sekuritas M Nafan Aji mengatakan, optimistis indeks sepekan sejak Rabu nanti dapat mencatatkan pergerakan naik meskipun tipis. Sentimen diyakini masih akan datang dari kebijakan Presiden AS Donald Trump yang akan diantisipasi pasar.
“Secara teknikal ada potensi pergerakan naik menuju batas atasnya. Kami prediksi IHSG akan bergerak di kisaran 6.090-6.200 untuk pekan ini,” ujar Nafandi Jakarta.
Baca Juga: Jelang Libur Natal, IHSG Tancap Gas ke 6.163
Sementara itu, Senior Analyst CSA Research Institute, Reza Priyambada, juga menilai pergerakan IHSG pekan ini diperkirakan akan berada di kisaran level support 6.122-6.138 dan resisten 6.174- 6.217. Masih adanya aksi beli mampu membuat laju IHSG bertahan di atas target support sebelumnya 6.118-6.148. Jelang libur Natal pergerakan IHSG cenderung melemah seiring dengan adanya imbas global dan cenderung minimnya sentimen bersifat makro.
“Meski demikian, pelaku pasar tidak sepenuhnya keluar pasar karena libur panjang. Apalagi masih ada sisa tiga hari per dagangan jelang akhir tahun yang kemungkinan akan dimanfaatkan pelaku pasar untuk bertransaksi. Terutama para pengelola dana yang berharap akan ada kenaikan di pengujung akhir tahun ini dengan tujuan membuat nilai portofolionya lebih baik,” kata Reza, kemarin.
Dia mengatakan, pergerakan IHSG dimungkinkan masih bisa bergerak naik dengan adanya aksi beli tersebut. Meski demikian, dia menyarankan tetap mewaspadai terhadap aksi ambil untung lanjutan dan adanya sentimen yang bisa membuat laju IHSG kembali melemah.
“Terutama dari AS terkait ancaman government shutdown dan masih adanya sentimen perang dagang serta perlambatan ekonomi global,” katanya.
Baca Juga: Jelang Akhir Tahun, Investor Asing Jual Bersih Rp51,6 Triliun
Dia menjelaskan, pergerakan rupiah masih tren mengikuti psikologi pasar yang bereaksi negatif terhadap hasil pertemuan FOMC. Kondisi ini dapat memungkinkan rupiah melanjutkan pelemahannya jelang akhir tahun.
Diperkirakan di sisa hari perdagangan, pergerakan rupiah bisa bertahan tidak melemah lebih dalam seiring masih adanya penilaian negatif terhadap ekonomi AS yang berimbas pada melemahnya USD.
Diharapkan juga sentimen dari dalam negeri masih dapat lebih positif dan direspons rupiah. Tetap cermati dan waspadai berbagai sentimen yang dapat kembali membuat rupiah melemah.
“Adanya peningkatan permintaan akan rupiah jelang libur Natal dan tahun baru diharapkan dapat membuat Rupiah berbalik menguat. Diperkirakan laju rupiah akan berada di rentang support Rp14.565 hingga level resisten Rp14.535,” ujarnya.
Bursa AS Anjlok
Sementara bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street anjlok ke level terendah dalam setahun pada perdagangan Jumat (21/12) atau Sabtu (22/12) pagi waktu Indonesia barat (WIB).
Penurunan ini akibat investor mencerna data ekonomi terbaru, pidato dari pejabat bank sentral, dan fakta bahwa pemerintah berada di ambang penutupan (shutdown) sebagian.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 414,23 poin atau 1,81% ke 22.445,37, indeks S&P 500 turun 50,84 poin atau 2,06% ke 2.416,58, dan Indeks Komposit Nasdaq turun 195,41 poin atau 2,99% ke 6.332,99. Demikian seperti dilansir Xinhua, Jakarta, Sabtu (22/12).
Departemen Perdagangan melaporkan, pertumbuhan ekonomi AS direvisi turun menjadi 3,4% pada kuartal ketiga, lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Revisi tersebut mencerminkan penurunan belanja konsumen dan ekspor.
Ukuran sentimen konsumen Universitas Michigan mencatat angka akhir untuk Desember sebesar 98,3, lebih tinggi dari angka awal sebesar 97,5.
Presiden Federal Reserve Bank New York John Williams mengatakan bahwa The Fed terbuka untuk mempertimbangkan kembali pandangannya tentang kenaikan suku bunga tahun depan, menurut laporan media.
Williams mengatakan bahwa ada risiko-risiko terhadap prospek bahwa mungkin perekonomian akan melambat lebih lanjut.
Dia menambahkan pejabat bank sentral tidak hanya akan mendengarkan pasar, tetapi semua orang yang mereka ajak bicara, melihat semua data dan siap untuk menilai kembali dan mengevaluasi kembali pandangan-pandangan mereka.
Sementara itu, investor juga memantau kebuntuan tentang penutupan (shutdown) pemerintah, di mana Kongres tampaknya tidak punya solusi untuk itu. Pemerintah akan ditutup sebagian jika Kongres tidak dapat mengeluarkan tujuh RUU pada Jumat tengah malam waktu setempat.
Presiden AS Donald Trump memperingatkan penutupan sangat lama jika anggota parlemen tidak menyetujui pendanaan untuk pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko.
(Dani Jumadil Akhir)