JAKARTA – Di tengah maraknya keluhan dari masyarakat, penyelesaian atas tingginya harga tiket pesawat ternyata masih berlarut-larut. Pemerintah perlu segera bertindak cepat membuat kebijakan yang bisa menjembatani kepentingan maskapai dan konsumen.
Sejak fenomena kenaikan tiket pesawat ini muncul akhir 2018 lalu, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah beberapa kali berupaya mengatur ulang tarif penerbangan seperti penetapan batas atas dan batas bawah.
Namun para calon penumpang menilai tiket yang berlaku saat ini masih mahal. Bahkan harga tiket untuk maskapai yang tergolong berbiaya rendah (low cost car rier) pun tak terlalu jauh terpaut dari kelas premium.
Berikut beberapa fakta yang dirangkum dari Koran Sindo, Senin (29/4/2019):
1. Harga Tiket Pesawa Jelang Lebaran
Kenaikan diprediksi makin tak terkendali jelang masa angkutan Lebaran yang tinggal beberapa pekan lagi. Untuk itu masyarakat sangat berharap, pemerintah membuat kebijakan yang benar-benar bisa memberikan perlindungan kepada konsumen sekali gus menumbuhkan persaingan yang sehat di antara maskapai.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, pengaturan tarif pesawat nanti akan di khususkan kepada maskapai Garuda Indonesia seb agai market leader.
Baca Juga: Menko Darmin Akui Masalah Tiket Pesawat Sangat Sulit
Selama ini tarif yang ditetapkan maskapai pelat merah ini cenderung di ikuti maskapai lain di dalam negeri. “Karena kalau Garuda tetapkan tarif batas atas dan batas bawah, maskapai lain cenderung akan mengikuti. Begitu skemanya, kalau Garuda turun, yang lain cenderung ikut turun,” ungkap Menhub.
2. Menko Darmin Turun Tangan
Pengaturan soal tarif pesawat, menurut Menhub, selanjutnya juga akan dikoordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Menhub mengaku selama ini telah menerbitkan regulasi soal pengaturan harga tiket pesawat.
Meski demikian regulasi ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh maskapai penerbangan. Tiket pesawat yang tak wajar masih dirasakan oleh masyarakat.
Baca Juga: Jelang Puasa, Menhub: Tiket Pesawat Belum Kondusif
Di antara kebijakan tersebut adalah menetapkan tarif kelas ekonomi paling rendah rata-rata 35% dari besaran tarif batas atas. Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20/2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 72/ 2019 ini di tetapkan pada akhir Maret lalu.
3. Bagaimana dengan Sistem Subprice?
Setelah kebijakan ini Menhub juga meminta maskapai menerapkan sistem subprice untuk penetapan tarif. Subprice merupakan golongan dalam tiket pesawat di setiap kelas penerbangan.
Namun hal ini tak berpengaruh banyak. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution Jumat (26/4) lalu mengaku akan turun tangan untuk menyelesaikan masalah harga tiket pesawat.
4. Darmin Panggil Menteri BUMN dan Garuda
Guna menindaklanjuti permintaan dari Menhub itu, Darmin akan memanggil Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT Garuda Indonesia (Per sero) Tbk untuk melakukan rapat bersama.
Mantan Dirjen Pa jak itu mengaku akan memulai rapat pertama mengenai tiket pesawat yang mahal pada pekan ini sesuai dengan jadwal pejabat terkait masing-masing.
5. Dampak Luas
Tak kunjung turunnya tarif pesawat membuat beberapa sektor lesu. Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indo nesia (PHRI) memaparkan, lonjakan harga tiket pesawat tidak hanya berdampak terhadap sektor pariwisata, tetapi juga menimbulkan efek berantai terha dap beberapa sektor seperti bisnis.
Wakil Ketua PHRI Maulana Yusran menyebutkan, tingginya harga tiket pesawat juga bisa mengganggu sektor bisnis secara luas. “Negara kita negara kepulauan, transportasi udara dan laut penting untuk berpindah. Aktivitas berpindah itu macam-macam, ada bisnis, pariwisata, dan yang lainnya. Paling penting adalah pergerakan untuk bisnis," sebut Maulana.
Menurutnya imbas mahal -nya harga tiket pesawat sudah di rasakan daerah destinasi pariwisata sejak Januari 2019. Bahkan pemerintah daerah pun sudah meminta penurunan tarif. Hotel juga merasakan imbasnya karena ada penurunan 20–40% pada Februari lalu.
Maskapai berdalih kenaikan tarif antara lain dipicu terus meningginya harga avtur sebagai dam pak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Namun di sisi lain saat ini Garuda Indonesia dan Lion Air merupakan pemain utama penerbangan Indonesia.
Maulana berpendapat, supaya bisnis tetap sehat, seharusnya dibuka kompetisi yang luas. “Jangan dibatasi dengan dua pemain, dengan demikian konsumen akan diuntungkan. Masalah negara kepulauan sebenarnya dimudahkan dengan adanya transportasi udara,” terangnya.
6. Kapan Harga Tiket Pesawat Turun?
Upaya mencari solusi masalah tarif ini sudah beberapa kali di lakukan. Termasuk dengan Presiden Joko Widodo.
Namun masyarakat menganggap tarif yang ditetapkan maskapai saat ini masih tinggi sehingga berpengaruh terhadap rencana perjalanan mereka. Masyarakat terkejut karena penyesuaian tarif sempat mencapai 200%.
Dwi Pratiknyo, warga Ciledug, Tangerang, mengeluhkan tarif pesawat yang tak kunjung turun. Bahkan saat ini tiket maskapai Lion Air maupun Citilink tak jauh selisihnya dari Garuda.
Di sisi lain Garuda menawarkan bagasi gratis dan fasilitas premium. “Terpautnya paling sekitar Rp300.000 saja,” ujarnya.
Maskapai Lion Air Group mengaku sudah merespons kebutuhan pasar dengan menurunkan tarif sejak 30 Maret lalu. Penurunan dilakukan di seluruh rute penerbangan. Corporate Communications Strategic of Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro mengatakan, penurunan harga jual merupakan kesungguhan Lion Air Group untuk menjawab tantangan serta peluang dinamika bisnis dan pasar traveling.
Apalagi mengakomodasi permintaan jasa penerbangan sejalan dengan meningkatkan aktivitas penerbangan. Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, urusan tarif tiket pesawat memang menjadi otoritas korporasi.
(Feby Novalius)