JAKARTA – Persoalan birokrasi yang terlalu berbelit di kalangan birokrat Indonesia membuat penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berjalan lamban. Dibutuhkan sebuah inovasi dari pemerintah agar anggaran PEN penyerapannya tak seret.
Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Achmad Widjaja mengatakan, pemerintah harus menciptakan sebuah aplikasi dalam menyalurkan dana PEN. Hal itu dinilai dapat memangkas birokrasi Tanah Air dalam mencairkan stimulus tersebut.
“Indonesia kan punya budaya yang susah kita control. Kalau sudah semua ada di situ, tidak bisa kita ganggu,” kata Achmad dalam acara Market Review di IDX Channel, Selasa (22/9/2020).
Baca Juga: Sri Mulyani Diminta Ubah Strategi Penyaluran Dana PEN, Caranya?
Dia meminta agar sistem pemerintah itu mengikuti perkembangan zaman. Terlebih kini akibat adanya pandemi Covid-19 membuat aktivitas menjadi terbatas.
“(Aplikasi) Itu yang jadi bagian daripada pembantu ekonomi. Jangan tidak ikuti zaman atau kondisi. Itu harusnya banyak ke aplikasi,” ujarnya.
Setelah itu, lanjut dia, antara pemerintah pusat dan daerah pun harus seirama dalam melakukan penyerapan dana PEN. Pasalnya, bila keduanya mempunyai ego-ego yang berbeda, maka pencairan stimulus itu pun akan berjalan di tempat.
“Kalau ada daerah-daerah tertentu ini juga antar pusat dan daerah, ini integrasinya tidak jalan. Kalau tidak semua orang punya paket sendiri-sendiri,” ujarnya.
Seperti diketahui, realisasi anggaran PEN per 17 September 2020 sebesar Rp254,4 triliun atau 36,6% terhadap pagu anggaran PEN yang sebesar Rp695,2 triliun. Jika dilihat per kelompok program, realisasinya, Kesehatan (Rp18,45 triliun atau 33,47%), Perlindungan Sosial (Rp134,4 triliun atau 57,49%), Sektoral K/L atau Pemda (Rp20,53 triliun atau 49,26%). Lalu, insentif Usaha (Rp22,23 triliun atau 18,43%), dan Dukungan UMKM (Rp58,74 triliun atau 41,34%).
(Dani Jumadil Akhir)