Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ada Aturan Pajak Baru Lagi dari Sri Mulyani, Kali Ini Sasar BUMN

Suparjo Ramalan , Jurnalis-Kamis, 04 Februari 2021 |14:27 WIB
   Ada Aturan Pajak Baru Lagi dari Sri Mulyani, Kali Ini Sasar BUMN
Sri Mulyani (Foto: Setkab)
A
A
A

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) BUMN.

Beleid itu adalah PMK Nomor 8/PMK.03/2021 Tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) BUMN dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN. Aturan ini sudah diundangkan pada 29 Januari 2021 dan berlaku sejak 1 Februari 2021.

Dalam bagian pertimbangan dijelaskan bahwa perlu adanya penyesuaian terhadap ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM BUMN dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN. Penyesuaian itu untuk memberikan kemudahan bagi BUMN.

Baca Juga: 6 Insentif Pajak Diperpanjang hingga 30 Juni 2021, Cek Aturan Mainnya 

PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP atau Barang Kena Pajak (JKP) oleh rekanan kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN.

Pemungut PPN yang dimaksud adalah perseroan pelat merah dan perseroan yang direstrukturisasi oleh Kementerian BUMN setelah 1 April 2015. Restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN. Pemungut PPN berlaku juga bagi perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN.

"Perusahaan tertentu merupakan perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25%," tulis Ayat Pasal 3 belid tersebut dikutip Kamis (4/2/2021).

Meski demikian, jika perusahaan tidak lagi dimiliki secara langsung oleh BUMN, maka perusahaan tersebut tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut PPN.

Nominal PPN yang dipungut masih seperti ketentuan sebelumnya. Di mana, PPN dikenakan sebesar 10% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Sementara itu, penyerahan BKP, selain terutang PPN juga terutang PPnBM, jumlah PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPN sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan DPP.

Dalam Pasal 5 PMK Nomor 8 Tahun 2021 juga diuraikan bahwa PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh pemungut PPN jika, pertama pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10 juta termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp10 juta.

Kedua, pembayaran atas penyerahan BKP dan JKP yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN. Ketiga, pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero).

Keempat, pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi. Kelima, pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan. Keenam, pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan jasa.

Lebih jauh, rekanan wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP atau JKP kepada pemungut PPN. Faktur pajak dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP.

"Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, faktur pajak dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," tulisnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement