NEW YORK - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena meningkatnya permintaan karena adanya musim mengemudi di musim panas pada belahan bumi utara.
Selain itu, pasar minyak juga bereaksi atas pencabutan pembatasan wilayah karena virus corona, sehingga kemungkinan Iran kembali ke pasar dan menyebabkan kelebihan pasokan.
Setelah naik lebih dari 5% dalam dua sesi sebelumnya, kontrak minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli naik 19 sen atau 0,3% menjadi USD68,65 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) naik dua sen menjadi ditutup pada USD66,07 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Naik karena Khawatir Badai di Teluk Meksiko
Faktor lain yang mendukung harga minyak mentah adalah penurunan dolar AS ke level terendah dalam 19 minggu terakhir terhadap sejumlah mata uang utama lainnya. Hal ini karena investor khawatiran terhadap laju inflasi surut.
Dolar yang melemah membuat harga mata uang lainnya lebih murah untuk membeli komoditas dengan harga dolar, seperti minyak.
Baca Juga: Permintaan Meningkat, Harga Minyak Melesat 3%
Namun demikian, naiknya harga minyak dibatasi karena pasar menunggu laporan mingguan terkait persediaan minyak AS yang diperkirakan turun 1,1 juta barel pekan lalu. Data perdagangan dari American Petroleum Institute (API) akan dirilis pada pukul 16.30 waktu setempat (20.30 GMT) diikuti oleh laporan pemerintah pada Rabu pagi waktu setempat.
“Harga minyak tetap pada level tinggi karena musim puncak untuk permintaan minyak mendekat dan karena pembatasan dicabut di sebagian besar Eropa dan Amerika Serikat,” kata Analis Pasar Minyak Rystad Energy, Louise Dickson, dikutip dari Antara, Rabu (26/5/2021).
Beberapa bagian Eropa dan Amerika Serikat mencatat lebih sedikit infeksi dan kematian akibat Covid-19, sehingga pemerintah memutuskan untuk melonggarkan pembatasan wilayah. Namun di wilayah seperti India atau pengimpor minyak terbesar ketiga di dunia, tingkat infeksi masih tinggi.