JAKARTA – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 11% pada 1 April 2022. Hal ini seiring dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang telah disetujui oleh DPR.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan kenaikan tarif PPN ini akan semakin mendorong ketidakadilan antara penjualan offline dengan online.
Baca Juga: Batas Penghasilan Kena Pajak Naik Jadi Rp60 Juta, Orang Super Kaya Dipatok 35%
“Tak hanya itu, naikknya tarif PPN juga semakin mendorong masyarakat belanja di luar negeri serta memperburuk daya beli masyarakat kelas menengah bawah,” katanya saat dihubungi MNC Portal, Kamis (7/10/2021).
Ia pun menuturkan, sampai dengan saat ini ketentuan perpajakan untuk penjualan online dan offline masih timpang serta terkesan berat sebelah di mana penjualan offline dibebani ketidakadilan perlakuan perpajakan.
Baca Juga: 5 Fakta UU Perpajakan Disahkan, Tarif PPN Naik hingga Tax Amnesty Jilid II
“Kenaikan tarif PPN akan semakin memperlebar jurang ketidakadilan perlakuan perpajakan yang pada akhirnya akan semakin memberatkan kinerja penjualan offline,” ujar Alphonzus.
Dia bilang, dampak Covid-19 tidak serta merta berakhir pada saat berbagai pembatasan diakhiri, ditambah adanya kenaikan tarif PPN yang digelontorkan pada saat pandemi masih berlangsung ataupun perekonomian masih terdampak, maka akan semakin memperburuk usaha penjualan offline.