Selain itu, Indonesia memiliki bonus demografi dengan modal kreativitas yang tinggi sehingga hal ini menjadi keunggulan bagi sektor ekraf di Tanah Air.
"Hal ini perlu kita dukung dengan ekosistem yang semakin inklusif dan berkelanjutan," ujar Angela.
Meski demikian, masih banyak hal-hal detail dan mekanisme yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Oleh karena itu, Angela menyebutkan ada sembilan hal yang perlu dikoordinasikan dan ditindaklanjuti lebih lanjut.
Kesembilan poin tersebut adalah:
1.Penyiapan platform pendaftaran penilai KI
2. Penyiapan sistem pencatatan fasilitas pembiayaan pelaku ekonomi kreatif
3. Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) pembiayaan dan pemasaran di Kemenparekraf/ Baparekraf
4. Mendorong penyediaan akses data atas KI yang dijadikan sebagai objek jaminan
5. Menyusun dan mendorong regulasi terkait di sektor jasa keuangan
6. Mendorong perwujudan insentif fiskal dan non fiskal bagi pelaku ekraf.
7. Memfasilitasi peningkatan kompetensi profesi penilai KI agar mampu melakukan penilaian KI;
8. Menyiapkan integrasi sistem elektronik antar Kementerian/Lembaga untuk mendukung pembiayaan dan pemasaran berbasis KI;
9. Fasilitasi sistem pemasaran berbasis KI.
Ke depan, Nia berharap dengan adanya perancangan dan pengembangan skema pembiayaan berbasis KI serta sistem pemasaran produk ekonomi kreatif berbasis KI maka dapat memberikan stimulus bagi pengembangan ekosistem ekonomi kreatif di Indonesia.