JAKARTA - Menjamurnya toko online membuat pedagang pasar tanah abang kehilangan pelanggan. Bahkan fenomena belanja online ini membuat pemilik toko offline gulung tikar.
Kemajuan teknologi saat ini membuat masyarakat semakin mudah saat berbelanja. Sebab sambil berselancar di media sosial, masyarakat bisa sekaligus berbelanja kebutuhannya lewat platform penjualan di sosial commerce.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan harga jual pakaian yang dijajakan pada platform penjualan online itu memang cenderung lebih murah. Lewat platform penjualan online tersebut, para produsen sudah berhasil untuk memangkas rantai pasok sehingga barang bisa sampai langsung ke konsumen akhir.
"Digitalisasi sudah membuat pasar konvensional itu menurun, terutama di kota-kota besar, karena itu memotong rantai pasok, rantai distribusi barang yang tadinya ada penjual sebagai trader, semua akhirnya masuk ke e-commerce atau sosial commerce. Itu yang masuk bukan hanya pedagang, tapi yang masuk langsung pabriknya," ujar Tauhid Ahmad saat dihubungi MNC Portal, Sabtu (16/9/2023).
Turunnya pabrik-pabrik atau produsen pakaian ke platform perdagangan online membuat harga jual bisa jauh lebih murah dibandingkan dengan yang dijajakan di toko offline. Mengingat pedagang toko sendiri juga mengambil margin dari hasil jualannya.
"Memang pada akhirnya para pedagang kita yang sebagian besar barangnya bukan barang sendiri tapi barang ngambil dari pabrikan, itu akhirnya lama-kelamaan mati," kata Tauhid Ahmad.
Kondisi demikian seperti yang dirasakan langsung oleh salah seorang pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Ridho (25). Di Tanah Abang, Ridho berjualan berbagai jenis pakaian Perempuan. Saat ini tingkat kunjungan masyarakat ke Pasar Tanah Abang diakuinya sangat menurun drastis, hal itu akhirnya berdampak pada volume penjualan harian hingga pendapatan.
Ridho mengaku sebelum pandemi Covid 19, tingkat kunjungan masyarakat ke Pasar Tanah Abang cukup tinggi. Bahkan satu potong pakaian yang dijualnya Ridho masih mampu mengambil selisih keuntungan hingga Rp50 ribu untuk satu pakaian.
Namun saat pandemi hingga pasca pandemi, permintaan di tokonya mulai mengalami penurunan. Mengingat habit masyarakat saat pandemi yang menggunakan platform belanja online terbawa hingga kondisi pasca pandemi, dan penurunan terus berlanjut.
Hingga sampai pada titik di mana Ridho mulai menurunkan margin keuntungannya, dari yang sebelumnya bisa mengambil untung Rp50 ribu untuk satu potong pakaian, kini hanya mengambil selisih Rp10 ribu saja masyarakat pun masih jarang yang mau membelinya. Sebab harga jual produk yang sama di platform online lebih murah dibandingkan produk Ridho yang sudah memangkas keuntungannya.
"Sehari bisa jual dulu sebelum pandemi sampai 40 potong, sekarang sudah ada platform online jangankan jual 10, 5 potong saja kadang susah," kata Ridho kepada MNC Portal di Pasar Tanah Abang.
Ridho berharap Pemerintah bisa mengatur keberadaan platform jualan online. Paling tidak menurutnya produk-produk yang dijual di platform online bisa bersaing dari sisi harga dengan yang dijual oleh para pedagang konvensional.
"Harapannya, boleh lah ada platform online, tapi harga itu tolong disamakan dengan harga pedagang offline, jangan lah di bawah modal kami. Kita kan sama-sama mencari sesuap nasi," pungkas Ridho.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)