JAKARTA - Produksi minyak di Indonesia dikabarkan terus mengalami penurunan.
Menurut data Kementerian Keuangan, produksi minyak di Indonesia hingga September 2023 adalah sebesar 608,6 ribu barel per hari (bph). Namun, pada 31 Oktober 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mencatat bahwa produksi minyak turun menjadi 582,69 ribu bph.
BACA JUGA:
Berikut Okezone telah merangkum 4 fakta terkait dengan turunnya produksi minyak di Indonesia, Senin (6/11/2023):
1. Penurunan Produksi Minyak Sejak September 2023
Adapun dari Kementerian Keuangan, produksi minyak di Indonesia hingga September 2023.
"Jadi yang dipompa dulunya hasil minyak 10 liter, 9 liternya minyak, kalau sekarang sudah setengah liter minyak setengah liter air," ungkap Arifin.
Arifin mengungkapkan bahwa penurunan ini disebabkan oleh faktor teknis, terutama sumur-sumur tua yang mengalami penurunan produksi akibat rasio air yang lebih besar dibandingkan minyak.
BACA JUGA:
2. Maksimalkan Sumur Tua
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyoroti pentingnya memaksimalkan sumur tua yang menjadi salah satu penyebab penurunan produksi minyak. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan memperdalam pengeboran pada sumur-sumur tersebut.
Dengan memaksimalkan sumur-sumur tua, diharapkan volume minyak yang bisa diperoleh dapat ditingkatkan.
3. Potensi Sumur Minyak Non Konvensional
Menteri Arifin juga mengungkapkan upaya untuk menambah produksi minyak melalui sumur Minyak Non Konvensional (MNK). Salah satu contoh adalah proyek di Gulamo, yang menunjukkan indikasi positif setelah penyelesaian proses bor.
"Sejauh ini indikasinya sih ada harapan di Gulamo, karena sudah selesai di bor," tambahnya. Langkah-langkah seperti ini diharapkan dapat membantu mencapai target produksi minyak yang lebih tinggi.
BACA JUGA:
4. Ketidakseimbangan Permintaan dan Produksi Minyak Sawit
Selain penurunan produksi minyak bumi, Indonesia juga menghadapi masalah ketidakseimbangan antara permintaan dan produksi minyak sawit.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan bahwa permintaan minyak sawit dan minyak nabati lebih besar daripada produksinya, yang menyebabkan kenaikan harga.
Kemudian, Ketua Bidang Luar Negeri Gapki, Fadhil Hasan juga menggarisbawahi pentingnya program replanting atau peremajaan tanaman sawit sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas dan memenuhi peningkatan permintaan.
(Zuhirna Wulan Dilla)