JAKARTA - Kontrak pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong akan habis pada 30 Juni 2024. PSSI tawarkan perpanjangan kontrak hingga tiga tahun ke depan atau sampai tahun 2027.
Kontrak baru tersebut sudah diserahkan PSSI kepada Shin Tae-yong dua minggu yang lalu.
Namun, Ketua Umum PSSI Erick Thohir menjelaskan bahwa kontrak tersebut belum ditandatangani oleh Shin Tae-yong karena ia sedang menjalani pemulihan di Korea Selatan.
“Kita sudah memberikan final kontrak kepada coach STY hampir 2 minggu lalu,” ujar Erick Thohir pada Jumat 21 Juni 2024.
Erick Thohir siap menerima kemungkinan jika Shin Tae-yong diambil oleh Timnas Korea Selatan. Yang jelas, Erick Thohir menginginkan agar Timnas Indonesia dilatih oleh pelatih berkelas dunia.
“Jika pun Korea Selatan menginginkan Shin Tae-yong, saya tidak bisa melarang,” jelas Erick.
“Kami membutuhkan pelatih standar dunia. Namun, saya optimistis Shin Tae-yong tahu tanpa dukungan PSSI, tanpa kualitas pemain, tidak mungkin Indonesia sampai di sini,” tuturnya.
Di sisi lain, muncul kembali rumor Shin Tae-yong diincar oleh Federasi Sepakbola Korea Selatan (KFA) untuk menjadi pelatih Timnas Korea Selatan.
Saat ini, Timnas Korea Selatan belum memiliki pelatih permanen setelah berpisah dengan Jurgen Klinsmann usai Piala Asia 2023. Pada FIFA Matchday Maret dan Juni 2024, posisi pelatih diisi oleh pelatih sementara, yakni Hwang Sun-hong pada Maret dan Kim Do-hoon pada Juni.
Jika Shin Tae-yong meninggalkan Timnas Indonesia, Ia juga akan melepaskan gaji besar yang diterimanya di Timnas Indonesia.
Dalam kontrak pertamanya dari tahun 2020 hingga 2023, Shin Tae-yong menerima bayaran sebesar Rp15,3 miliar per tahun.
Sedangkan untuk kontrak barunya hingga tahun 2027, Shin Tae-yong akan mendapatkan gaji sebesar Rp23,6 miliar per tahun, meningkat sekitar Rp8,3 miliar per tahunnya. Namun, angka ini belum dikonfirmasi secara resmi oleh PSSI maupun Shin Tae-yong.
Sebelum melatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong pernah melatih Timnas Korea Selatan hingga tahun 2018.
Menurut berbagai sumber, gaji Shin Tae-yong saat itu hanya sebesar 425.000 Euro per tahun, atau sekitar Rp7 miliar. Jika dihitung per bulan, jumlahnya sekitar Rp583 juta.
(Feby Novalius)