Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pagar Laut Misterius 30,1 Km di Pesisir Tangerang Mulai Terungkap: Sejak Agustus 2024, Pengakuan Nelayan hingga Singgung PSN

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Jum'at, 10 Januari 2025 |11:03 WIB
Pagar Laut Misterius 30,1 Km di Pesisir Tangerang Mulai Terungkap: Sejak Agustus 2024, Pengakuan Nelayan hingga Singgung PSN
Pagar Laut Misterius 30,1 Km di Pesisir Tangerang Mulai Terungkap (Foto: KKP)
A
A
A

5. Singgung Reklamasi

Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur Walhi Nasional, Dwi Sawung, merasa aneh jika otoritas negara tidak mengetahui aktivitas dan pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan itu.

"Sudah jelas sih sebenarnya (pihak yang bertaunggung jawab). Cuma mereka lagi ngeles saja, pura-pura tidak tahu. Itu yang disuruh pasang pagar kan subkontraktor, tapi kan ada bohirnya," katanya kepada BBC News Indonesia.

Ditambah lagi, kata Sawung, di sepanjang lokasi pagar laut itu terdapat pos-pos penting milik negara.

"Di sana ada pos-pos aparat keamanan, pertahanan ibu kota, hingga pelelangan ikan."

"Masa sih pemerintah tidak tahu pemasangan itu dan siapa pemiliknya? Menurut saya, mereka itu sedang pura-pura tidak tahu dan tidak melihat," kata Sawung.

Walaupun hingga kini belum jelas siapa aktor di balik pemasangan pagar laut itu, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP, Suharyanto, menyatakan bahwa aktivitas pemagaran itu tidak mempunyai izin.

Suharyanto merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Sementara Ketua Umum Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafi menjelaskan bahwa penggunaan ruang laut di atas 30 hari, seperti pemasangan pagar laut, wajib membutuhkan sejumlah persyaratan.

Salah satunya, izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

Jika tidak memiliki izin KKPRL, katanya, maka aktivitas pemasangan pagar laut adalah tindakan maladministrasi.

Ombudsman Banten kini tengah melakukan investigasi atas prakasa sendiri (IAPS) dengan memanggil pihak-pihak terkait untuk menelusuri dugaan pelanggaran maladministrasi dalam pembangunan pagar laut itu.

Salah satu hal yang akan ditelusuri, kata anggota Ombudsman, Hery Susanto, adalah informasi bahwa sebagian wilayah perairan yang dipagari itu ternyata telah memiliki surat hak milik (SHM).

Hery mengatakan, wilayah perairan memang bisa memiliki sertifikat SHM, namun harus melewati proses KKP untuk mengeluarkan izin KKPRL.

"Lalu dilakukan kajian analisis dampak lingkungan [amdal], kemudian ke ATR/BPN untuk dikeluarkan SHM. Itu tahapannya," kata Hery.

"Tapi informasi yang saya terima dari Ombudsman Banten, ternyata belum dilakukan tahapan itu, langsung pada pemagaran. Berarti kan ilegal," kata Hery.

Selain itu, Hary menyebut aksi pemagaran laut di Banten menunjukkan karut-marutnya penataan regulasi di Indonesia dalam kasus penataan ruang laut.

"Yang terjadi di Banten adalah fenomena gunung es."

"Kami ingin peristiwa di Banten ini bisa menjadi entry point untuk menertibkan penanganan kasus-kasus serupa di tanah air, di daerah lain, khususnya terkait dengan proses yang berkaitan dengan reklamasi," katanya.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Kusdiantoro mengatakan pemagaran laut di Banten merupakan indikasi adanya upaya sekelompok orang yang ingin mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar.

Kusdiantoro mengatakan hak itu akan menjadikan mereka berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut.

Lebih tegas, Dwi Sawung dari Walhi melihat pemagaran laut itu merupakan perpanjangan dari proyek reklamasi di Jakarta.

"Jelas banget pagar laut ini untuk reklamasi. Pagar itu semacam tanda wilayah yang akan ditimbun," kata Sawung.

"Kalau dilihat di peta rencana reklamasi dari ujung Teluk Jakarta ke arah barat maka mirip banget dengan peta rencana reklamasi yang dibuat oleh pengembang di Jakarta," ujarnya.

Masifnya pengerjaan pagar laut di Tangerang itu, klaim Sawung, karena masuk dalam proyek strategis nasional (PSN).

"PSN itu seperti karpet merah. Ketika masuk PSN maka semuanya boleh dilakukan, dan bisa menerobos segala macam aturan.

"Untuk itu status PSN ini harus dicabut dan dievaluasi. Masa proyek swasta bisa dapat perlakukan PSN, itu kan privat, bukan untuk publik," katanya.

Namun, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto mengatakan pihaknya hingga saat ini belum menerima pengajuan izin tentang kegiatan reklamasi di wilayah perairan itu.

"Tidak hanya soal pemagarannya, tapi kita bicara ke depan pemagarannya untuk apa? Kalau ngomongin itu untuk batas reklamasi, ya saya bilang tunggu dulu," jelas Suharyanto.

"Karena di dalam proses perizinan ruang laut, harus ada persyaratan ekologi yang harus ketat dipenuhi, termasuk ada ahli oseanografi yang tahu itu bahaya tidak."

Senada, Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi juga menyoroti kurang transparansi PSN di wilayah pagar laut itu.

"Pemerintah harus transparan dan memberikan penjelasan kepada publik mengenai PSN. Utamanya terkait luasan, lokasi, peruntukan, dan proses pelibatan masyarakat yang bermakna, dalam arti yang langsung terdampak," ujar Fadli.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement