JAKARTA - Lifting minyak Indonesia hanya mencapai 580 ribu barel per hari dengan konsumsi 1,6 juta barel per hari pada 2024. Kondisi ini berbanding terbalik dengan tahun 1997 di mana industri perminyakan dalam negeri berada di puncak kejayaannya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyebut penurunan lifting minyak ini bukan karena Indonesia tidak memiliki sumber daya alam yang memadai. Menurutnya, ada unsur kesengajaan dari segelintir pihak yang ingin Indonesia terus melakukan impor.
"Ada apa dengan penurunan lifting itu? Apakah memang kita sudah tidak punya sumber daya alam? Atau masih ada? Atau ini sengaja diturunkan agar import terus? Bapak Ibu semua, saya jujur mengatakan, demi Allah menurut saya ini ada unsur kesengajaan, by design," katanya dalam acara Energi Mineral Forum yang digelar di Jakarta, Senin (26/5/2025).
Bahlil menyatakan bahwa Indonesia masih memiliki potensi besar di sektor migas, dengan total hampir 40 ribu sumur, meski hanya sekitar 20 ribu yang saat ini tergolong produktif. Ia menyoroti lemahnya pemanfaatan sumber daya yang ada akibat kebijakan yang dianggap tidak mendukung peningkatan produksi.
Dia juga menyinggung regulasi yang telah mengurangi kerja sama operasi (KSO) yang sebelumnya dijalankan Pertamina dengan pihak lain. Menurutnya, ketika terjadi perubahan regulasi, ini justru melemahkan Pertamina yang pada akhirnya membuat produksi nasional menurun.
"Untuk kedaulatan, ini bagus. Ini bagus. Tapi kalau pelemahan itu dilakukan dari internal kita, apakah oknum pejabatnya, oknum BUMN-nya, disinilah awal kehancuran negara kita," tegasnya.
Bahlil pun mengaku telah mendapat godaan dari pihak-pihak tertentu terkait isu ini, namun ia menolak mentah-mentah. Ia menyatakan komitmennya untuk menjaga kedaulatan energi nasional dan akan mengevaluasi perizinan yang terbengkalai, termasuk 301 hasil eksplorasi yang belum memiliki Plan of Development (POD).
Secara terbuka, Bahlil juga menyoroti perusahaan minyak asing yang dianggap tidak menjalankan kewajibannya, salah satunya adalah Inpex yang disebut telah menguasai konsesi selama 26 tahun tanpa progres signifikan.
"Saya izin Bapak Presiden, dengan segala hormat, kami akan evaluasi sampai pada tingkat pencabutan izin. Saya tidak main-main," pungkasnya.
(Taufik Fajar)