Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Listrik Prabayar dan Pascabayar, Mana yang Lebih Hemat?

Najwa Aulia Taufik , Jurnalis-Minggu, 14 September 2025 |18:30 WIB
 Listrik Prabayar dan Pascabayar, Mana yang Lebih Hemat?
Listrik Prabayar dan Pascabayar, Mana yang Lebih Hemat? (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Listrik prabayar dan pascabayar, mana yang lebih hemat? Masyarakat Indonesia saat ini dapat memilih dua jenis sistem pembayaran listrik, yaitu prabayar dan pascabayar. 

Melansir laman resmi PLN, Jakarta, selama ini pelanggan PLN mendapat layanan listrik pascabayar, yaitu pelanggan menggunakan energi listrik dulu dan membayar belakangan pada bulan berikutnya. 

Dengan layanan listrik pascabayar, setiap bulan PLN harus mencatat meter, menghitung dan menerbitkan rekening yang harus dibayar pelanggan, melakukan penagihan kepada pelanggan yang terlambat atau tidak membayar, dan memutus aliran listrik jika konsumen terlambat atau tidak membayar rekening listrik setelah waktu tertentu.

Sementara, layanan listrik prabayar yang memungkinkan pelanggan untuk mengendalikan sendiri penggunaan listriknya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Seperti halnya pulsa isi ulang pada telepon seluler, pada sistem listrik pintar, pelanggan terlebih dahulu membeli pulsa (voucher/token) listrik isi ulang melalui gerai ATM sejumlah bank atau melalui loket-loket pembayaran tagihan listrik online.

Token atau pulsa listrik yang terdiri dari 20 digit angka ini dimasukkan (diinput) ke dalam kWh Meter khusus yang disebut Meter Prabayar (MPB).

Pertanyaan yang sering muncul adalah, sistem mana yang lebih hemat bagi pengguna?

 

Listrik prabayar mulai diperkenalkan sekitar tahun 2008 melalui program Listrik Pintar. Sistem ini bekerja seperti isi ulang pulsa telepon, di mana pengguna membeli token dengan nominal tertentu dan memasukkannya ke dalam meteran. Keunggulan utamanya adalah pelanggan bisa lebih mudah mengatur pemakaian listrik sesuai kebutuhan dan anggaran. Namun, ada kekurangan yang cukup terasa, yaitu aliran listrik akan langsung terputus bila token habis sehingga bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.

Berbeda dengan itu, listrik pascabayar sudah digunakan sejak lama sebelum adanya sistem prabayar. Dalam skema ini, PLN menghitung pemakaian melalui meteran dan mengirimkan tagihan setiap bulan. Kelebihannya, listrik tetap mengalir meskipun pembayaran belum dilakukan tepat waktu, sehingga pelanggan tidak khawatir listrik padam. Meski begitu, karena pemakaian tidak bisa dipantau secara langsung, pelanggan kerap baru menyadari jumlah tagihan setelah rekening listrik datang.

Jika dilihat dari sisi biaya, tidak ada perbedaan tarif antara kedua sistem ini. Misalnya, untuk pelanggan rumah tangga golongan R-1 dengan daya 900 VA, tarif yang dikenakan tetap Rp1.325 per kWh, baik pada sistem prabayar maupun pascabayar. Perbedaan utamanya hanya terletak pada model pembayaran dan cara pelanggan mengendalikan penggunaan listrik.

Berdasarkan penelitian, listrik prabayar sering kali dianggap lebih efisien karena pengguna bisa memantau konsumsi energi secara langsung di meteran. Data menunjukkan biaya listrik pascabayar cenderung lebih tinggi, yakni selisih sekitar 6,1 persen untuk daya 450 VA dan 2,7 persen untuk daya 900 VA dibandingkan prabayar. Meski demikian, pelanggan pascabayar tetap bisa menghemat dengan disiplin mencatat angka meteran, menghitung sendiri penggunaan kWh, serta membatasi pemakaian listrik yang tidak diperlukan.

Secara umum, listrik prabayar lebih cocok untuk pelanggan yang ingin mengontrol pengeluaran secara detail, sedangkan listrik pascabayar menawarkan kepraktisan karena listrik selalu tersedia tanpa harus membeli token. Pada akhirnya, pilihan sistem mana yang lebih hemat sangat bergantung pada kebiasaan dan pola konsumsi listrik masing-masing pengguna.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement