Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Tata Niaga Industri Karet Miskinkan Petani

Wahyudi Aulia Siregar , Jurnalis-Selasa, 15 Mei 2012 |15:11 WIB
Tata Niaga Industri Karet Miskinkan Petani
Ilustrasi. (Foto: Okezone)
A
A
A

MEDAN - Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara meminta pemerintah segera mengintervensi sistem tata niaga perdagangan di industri karet dalam negeri. Selama ini sistem tata niaga yang ada masih memungkinkan munculnya pedagang perantara, dan memperpanjang tata niaga perdagangan karet.

Aksi para pedagang perantara dalam menentukan harga jual karet basah petani cenderung telah memiskinkan petani, marjin harga yang dibeli dari petani dan dijual ke pabrik yang terlalu besar dinikmati pedagang perantara.

"Petani kita kan minim sumber daya, sementara pedagang perantara biasanya cukup pengalaman untuk mengetahui kadar air dalam karet basah. Ke petani mereka bilang kadar air karetnya lebih tinggi dari yang seharusnya, jadi harganya lebih murah. Marginnya itu lah yang dinikmati pedagang perantara. Dan biasanya jumlahnya besar," kata Sekretaris Gapkindo Sumatera Utara Edy Irwansyah, Selasa (15/5/2012).

Edy menambahkan, jika pemerintah memberdayakan secara optimal peraturan menteri pertanian nomor 38 tahun 2008 tentang pedoman pengolahan dan pemasaran bahan olahan karet, tentunya pendapatan petani dapat didorong untuk lebih tinggi.

Karena dalam peraturan tersebut, ada kewajiban untuk memproduksi karet basah untuk menjadi bahan olahan karet (bokar) dengan kualitas yang baik. Sehingga harga jual di tingkat petani semakin baik.

"Kalau permentan nomor 38 tahun 2008 itu diberdayakan, idealnya pendapatan petani bisa ditingkatkan. Namun perlu adanya penyuluhan yang berkelanjutan pada petani, agar dapat memproduksi karet basah dengan baik. Pabrik juga tentunya diuntungkan, karena kualitas karet mentahnya, produksi bokarnya juga lebih berkualitas," jelasnya.

Adapun untuk mengeliminasi peran pedagang perantara, dan memperpendek tata niaga perdagangan di industri karet, maka pemerintah juga harus membangun infrastruktur khususnya jalan.

Saat ini, diakui petani kesulitan membawa hasil karetnya ke pabrik, akibat buruknya infrastruktur. Petani pun harus menanggung ongkos transportasi yang dipotong dari harga karet basahnya.

"Keberadaan pedagang perantara sulit dihilangkan jika infrastruktur juga tetap buruk. Pedagang perantara kan biasanya memiliki fasilitas dan pengetahuan. Petani tentunya tak mau repot. Selagi masih untung mereka tetap menjual. Padahal banyak biaya yang tidak penting dikeluarkan petani, justru dinikmati pedagang perantara," ungkapnya.

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement