JAKARTA – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, industri pengolahan karet agar semakin produktif dan berdaya saing serta mampu melakukan diversifikasi produk. Apalagi Indonesia menempati peringkat kedua sebagai produsen karet alam terbesar di dunia.
“Ini merupakan sebuah potensi bagi kita untuk meningkatkan produktivitas sektor industri pengolahan karet nasional,” jelas Agus dilansir dari laman Kemenperin, Kamis (18/6/2020).
Baca juga: Menristek Diminta Lakukan Penelitian Karet Jadi Bahan Bakar
Sektor industri pengolahan karet nasional berkontribusi cukup besar terhadap perolehan devisa, hingga menembus sebesar USD3,422 miliar pada tahun 2019. Saat ini, terdapat 163 industri karet alam dengan serapan tenaga kerja langsung sebanyak 60.000 orang.
Produksi karet alam pada 2019 mencapai 3,3 juta ton, yang meliputi SIR (crumb rubber), lateks pekat, dan RSS (ribbed smoked sheet). Dari jumlah tersebut, 20% diolah di dalam negeri oleh industri hilir menjadi ban, vulkanisir, alas kaki, rubber articles, maupun manufacture rubber goods (MRG) lainnya, sementara 80% karet alam diekspor.
Baca juga: Petani Tidak Rugi Kalau Karet dan Bijinya Dijadikan Bahan Baku BBN
Namun sayangnya produksi karet alam baru memenuhi sekitar 55,4% dari kapasitas terpasang sektor tersebut, yang mencapai 5,9 juta ton. “Salah satunya dipengaruhi oleh harga karet alam dunia yang turun ke level terendah sejak 2011, yakni mencapai USD1,36 per kg sejak 24 Februari lalu,” ujar Menperin.
Salah satu penyebab rendahnya harga karet alam adalah over supply komoditas tersebut serta menurunnya permintaan di pasar global. “Kondisi ini berpengaruh pada kesejahteraan petani karet, menurunnya penghasilan bersih dari perusahaan karet dan menurunnya nilai ekspor,” paparnya.
(kmj)