NAMA Liem Sioe Liong di dunia bisnis memang tak diragukan lagi. Bertangan dingin dalam menjalankan usahanya, pria bernama asli Sudono Salim tersebut merupakan perantau dari Futsing, Hokkian, China Selatan.
Kala itu, Salim muda memulai usahanya dengan bekerja magang dengan pamannya yang berdagang jagung, beras, dan kedelai. Terlahir dengan nama Lin Shao-liang, anak kedua dari tiga bersaudara ini mengikuti jejak sang kakak, Liem Sioe Hie.
Di kalangan pedagang Tionghoa Indonesia dia terkenal dengan sebutan "Liem botak". Sejarah Liem pun dimulai di sebuah pelabuhan kecil. Fukien di bilangan Selatan Benua Tiongkok.
Dilansir dari berbagai sumber, saat Jepang datang, pria kelahiran 10 September 1915 tersebut mulai berdagang minyak kacang kecil-kecilan di Kudus, Jawa Tengah. Di kota ini pula, dia mencoba peruntungannya dengan menjadi penyalur cengkeh. Ketika itu, nasib baik berpihak padanya. Saat Revolusi 1945 pecah, Liem membantu Tanah Air, yang membutuhkan dana melawan Belanda.
Ketika Jepang datang, ia mulai berdagang minyak kacang kecil- kecilan di Kudus, Jawa Tengah. Kemudian mencoba nasib sebagai penyalur cengkih di kota sigaret kretek itu. Lalu, datanglah nasib baik serentak dengan saat pecahnya Revolusi 1945. Liem membantu Republik, yang membutuhkan banyak dana melawan Belanda.
Namun, ketika Jepang menyerah, ia sempat terkena musibah. Berkarung-karung uang Jepang miliknya mendadak dinyatakan tidak laku, karena pemerintah menerbitkan uang baru. Saat itu, tiap orang menerima satu rupiah uang baru tadi. Liem pun memutar otak dengan mengubah taktik dagangnya.
Prinsipnya, bisnis tidak boleh atas dasar uang, tapi harus atas dasar barang. Sejak itu, ia lebih memusatkan usaha diversifikasi. Liem pun memutuskan pindah ke Jakarta pada 1951, dan mulai mengembangkan usahanya. Mula-mula ia mendirikan pabrik sabun, kemudian pabrik paku, ban sepeda, pengilangan karet, kerajinan, dan makanan. Ia juga menjalankan usaha di bidang pengusahaan hutan, bangunan, perhotelan, asuransi, perbankan, bahkan toko pakaian. Kunci sukses baginya adalah jasa.
Bos perusahaan induk Liem Investors di Hong Kong dan PT Salim Economic Development Corporation (SEDC) di Jakarta ini pada 2006 hartanya mengalahkan keluarga Rotschild dan Rockefeller. Pada 1984, kekayaan kelompok ini ditaksir sekira USD7 miliar.