Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Minimalisasi Konflik Tanah Perkebunan

Pengusaha Minta Agar BPN dan BKPM Duduk Bersama

Pengusaha Minta Agar BPN dan BKPM Duduk Bersama
Ilustrasi. (Foto: Corbis)
A
A
A

JAKARTA - Penunjukkan Hendarman Supandji sebagai Ketua Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta Mochammad Chatib Basri sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) diharapkan bisa meningkatkan iklim investasi di Indonesia menjadi lebih kondusif.

“Kami menyambut baik pengangkatan Hendarman Supandji dan Mochammad Chatib Basri sebagi Ketua BPN dan Kepala BKPM yang baru. Semoga di bawah kepemimpinan mereka, BPN dan BKPM bisa mengatasi berbagai permasalahan pertanahan dan investasi di Indonesia,” kata Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Tumanggor di Jakarta, Minggu (17/6/2012).

Menurut Tumanggor, sinergisnya dua lembaga ini menjadi amat penting karena banyak persoalan lahan perkebunan (sawit) dan investasi yang tidak singkron di lapangan yang akhirnya menimbulkan masalah. Tumanggor berharap agar BKPM dan BPN bisa duduk bersama dalam merumuskan berbagai kebijakan dan aturan-aturan di bidang pertahanan dan investasi, agar iklim ber-usaha di Indonesia  menjadi lebih kondusif bagi para investor.
 
Dia menyatakan, dirinya sangat mendukung Kepala BPN Hendarman Supandji yang berencana akan memetakan permasalahan tanah di Indonesia untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria yang ada. “Salah satunya adalah mengenai sengketa lahan yang kerap terjadi antara perusahaan perkebunan dan masyarakat adat,” ujarnya.

Demikian pula penyelesaian yang menurut pemerintah tanah tersebut sebagai tanah-tanah terlantar sedangkan di pihak pengusaha tanah tersebut bukanlah merupakan tanah terlantar tetapi karena kesulitan permodalan dan adanya konflik-konflik di lapangan menyebabkan pihak pengusaha belum melakukan kegiatan apapun.

Terkait konflik antara perusahaan perkebunan dan masyarakat, Tumanggor menyayangkan kondisi saat ini, di mana perusahaan perkebunan selalu dianggap sebagai pihak yang bersalah. “Akhir-akhir ini sepertinya perusahaan perkebunan selalu dianggap sebagai penyerobot tanah dan tidak pro masyarakat. Padahal perusahaan perkebunan tersebut telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang memiliki kekuatan hukum,” ungkapnya.

Karenanya Tumanggor  mengungkapkan, untuk menyelesaikan konflik agraria, diperlukan aturan pertanahan yang jelas dan tegas. “Dasar hukum harus jelas ditetapkan dan diundangkan. Perusahaan pemilik HGU harus mendapatkan kepastian hukum yang jelas dan tegas,” ujarnya.

Dia mencontohkan mengapa akhir-akhir ini beberapa perusahaan perkebunan Indonesia berinvestasi di benua Afrika.  Padahal, menurutnya, Indonesia masih memiliki lahan yang luas untuk dijadikan sebagai perkebunan. Menurutnya, hal ini karena iklim investasi lebih menarik di negara-negara di Afrika dibandingkan dengan di Indonesia.

Itu sangat disayangkan karena di Indonesia masih banyak tenaga kerja yang menganggur, sementara investasi dari perusahaan-perusahaan tersebut dapat membuka  banyak lapangan pekerjaan baru di Indonesia.

“Kondisi ini harus menjadi perhatian kita bersama, bagaimana agar peluang investasi yang begitu besar di Indonesia mampu menarik minat para investor di dalam negeri sendiri,” pungkasnya.

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement