Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pemerintah Tak Serius Urus Kasus Pertambangan

Misbahol Munir , Jurnalis-Sabtu, 28 Juli 2012 |12:32 WIB
 Pemerintah Tak Serius Urus Kasus Pertambangan
Ilustrasi. (Foto: Corbis)
A
A
A

JAKARTA - Berbagai kasus pertambangan sebagian besar tidak mampu di kendalikan dan di selesaikan tuntas oleh pemerintah. Salah satu kasus pertambangan yang saat ini harus diselesaikan adalah renegosiasi kontrak.

Anggota Komisi 7 DPR, Dewi Aryani, memilai pemerintah menganggap masalah ini sebagai masalah biasa yang nantinya akan berlalu begitu saja, sementara kekayaan alam bangsa ini tergerus dan habis di ekploitasi asing yang tidak secara maksimal memberi manfaat untuk kepentingan nasional.

Dia mencotohkan, kasus mandegnya renegosiasi mencerminkan Freeport memang tidak ada niat baik. Menurutnya, saat ini Pemerintah Indonesia mengajukan enam butir Renegosiasi yakni terkait luas wilayah kerja, perpanjangan kontrak, penerimaan negara atau royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi dan kewajiban penggunaan barang atau jasa pertambangan dalam negeri.

"Dari keenam butir renegosiasi tersebut, hingga saat ini hanya butir kenaikan royalti emas yang disetujui oleh PT Freeport. Royalti emas yang awalnya hanya sebesar satu persen, setuju dinaikkan menjadi 3,75 persen dari harga jual per ton, yang sebenarnya sangat tidak signifikan bagi negara," ungkap Dewi kepada Okezone dalam rilisnya, Sabtu (27/72012).

Dewi menambahkan, langkah renegosiasi yang dilakukan Pemerintah dengan Freeport ini seharusnya juga dijadikan momentum untuk mereposisi sektor energi di Indonesia. Namun, pemerintah terkesan setengah-setengah menanam keseriusan untuk membawa sektor energi sebagai sektor yang seharusnya diprioritaskan.

Padahal, jika Pemerintah memahami dengan benar bahwa energi memiliki interkonektivitas yang kompleks dengan berbagai sektor kehidupan yang lain, maka seharusnya niatan untuk mereposisi sektor energi sebagai leading sector tidak lagi setengah-setengah.

Menurutnya, hal ini karena kegagalan akan menimbulkan eksternalitas negatif kepada sektor lainnya dan akan mengganggu berjalannya proses pembangunan.
Dia melanjutkan, keterkaitan energi dengan berbagai sektor lain seperti ekonomi, politik, lingkungan, dan sosial menempatkan energi sebagai sebuah hal yang keberadaannya perlu diposisikan dalam ruang lingkup kebijakan prioritas.

"Pada kenyataannya, sikap Pemerintah yang selama ini mengesampingkan kebijakan energi dibandingkan dengan kebijakan lainnya menuai hasil berupa kelangkaan energi yang disebabkan oleh salah tata kelola energi," katanya.

Selain itu, dia juga menilai pemerintah tidak mampu menjalankan amanah dalam konstitusi, yaitu UUD 1945, khususnya pasal 33 Ayat (2) yang mengamanahkan peran Pemerintah sebagai penanggung jawab pengelolaan SDA yang ada di seluruh Indonesia. "Salah satunya adalah tambang emas yang saat ini dikelola Freeport," tukasnya.

(Martin Bagya Kertiyasa)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement