JAKARTA - Pelaku usaha baja nasional mengeluhkan rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengelolaan bahan berbahaya, limbah berbahaya, dan penumpukan limbah B3 yang akan diterbitakan oleh pemerintah.
Direktur Eksekutif The Indonesian Iron and Steel Industry Associations (IISIA) Edward Pinem mengatakan setelah pihaknya bertemu dengan Kementerian Hukum dan HAM pihaknya baru mengetahui bahwa RPP tersebut berbeda dengan Konvensi Basel sehingga pemerintah tidak serius mendukung kemajuan industri baja nasional.
"RPP itu akan menetapkan slag dan beberapa produk sampingan hasil peleburan industri baja sebagai limbah B3. Padahal, di Konvensi Basel, itu bukan limbah B3. Ini menunjukkan, industri baja di dalam negeri kembali menghadapi kondisi yang tidak baik," tegas Edward di Jakarta, Rabu (1/8/2012).
Apabila RPP tersebut berlaku, maka industri baja nasional lagi bisa menekan hasil buangan (production waste) yang bisa diolah kembali serta memiliki nilai bisnis. Bahkan, dalam pembukuan perusahaan, dimasukkan sebagai scrap credit.
Dia mencontohkan, slag bisa diolah lagi sebagai bahan untuk pengerasan struktur jalan tol. Dari total produksi slab dan billet nasional yang sekira enam juta ton per tahun, setidaknya ada 10 persen atau 600 ribu ton slag yang dihasilkan.
Setelah kekurangan bahan baku akibat tertahannya impor scrap di sejumlah pelabuhan, lanjutnya, RPP tersebut malah makin menghambat industri baja.
Sementara itu, menurutnya, ada indikasi bahwa RPP itu akan diterapkan secara sepihak tanpa komunikasi kepada industri dan pihak terkait.
"KLH mengaku sudah melakukan sosialisasi di hotel-hotel. Tapi, dari dokumen yang kami lihat dalam pertemuan kemarin, tidak ada substansi yang dibahas. Bahkan, dari Kementerian Perindustrian (yang diundang hanya direktorat kimia dan pengkajian iklim, Direktorat industri logamnya tidak) Saya yakin, jika industri lain melihat dan menyadari RPP itu, tidak hanya IISIA, mereka juga akan protes," ujarnya.
Dia mengaku, pihaknya sudah melaporkan masalah tersebut kepada Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto.
"Pak Panggah (dirjen Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto) bilang sesuai arahan Presiden lingkungan harus dijaga tetapi tetap mendorong agar industri di dalam negeri maju. Tetapi kami sampaikan, RPP itu tidak menerjemahkan apa yang jadi arahan Presiden," jelas dia.
RPP tersebut, kata dia, tidak menunjukkan adanya upaya terobosan yang ingin memajukan industri dan menjaga lingkungan. (gna)
(Rani Hardjanti)