Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kontribusi Industri Semen bagi Pembangunan

Koran SINDO , Jurnalis-Selasa, 13 Mei 2014 |09:38 WIB
Kontribusi Industri Semen bagi Pembangunan
Ilustrasi. (Foto: Okezone)
A
A
A

INDUSTRI semen merupakan salah satu penopang pembangunan ekonomi di Indonesia. Perannya sebagai salah satu komponen utama dalam pembangunan infrastruktur dan bangunan menjadikan semen sebagai salah satu tulang punggung kemajuan negara.

Menyadari pentingnya industri semen dalam pembangunan di Indonesia, pemerintah pada 1957 mendirikan Semen Gresik, diikuti dengan pendirian Semen Tonasa, sehingga pada 1970 Indonesia memiliki tiga pabrik semen di Sumatera Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dengan geliat pembangunan yang semakin cepat, terlebih dengan maraknya pembangunan infrastruktur saat itu, di akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an berdirilah industri semen yang dibangun oleh swasta antara lain Semen Nusantara, Semen Cibinong (sekarang Holcim), Indocement, Semen Bosowa.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5–6 persen. Kecenderungannya pertumbuhan industri semen akan sama atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Jika stimulus pembangunan infrastruktur cukup tinggi, pertumbuhan industri semen akan berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Pelaksanaan MP3EI menjadi salah satu pendorong tumbuhnya industri semenberada diataspertumbuhan ekonomi nasional.

Sepanjang 2011–2012, industri semen tumbuh double digit, hanya di tahun 2013 sedikit tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Industri semen di ASEAN secara keseluruhan kapasitas terpasangnya melebihi kebutuhan. Pada 2013, total kapasitas terpasang mencapai 256,35 juta ton, sedangkan kebutuhan semen sebesar 190,45 juta ton atau kelebihan pasokan semen 65,9 juta ton. Negara dengan kelebihan pasokan dalam jumlah besar adalah Thailand sebesar 27,6 juta ton dan Vietnam 29,5 juta ton. Fakta ini menyebabkan Thailand dan Vietnam akan agresif untuk mengekspor semen.

Negara yang secara geografis paling dekat Thailand dan Vietnam, yaitu Myanmar, Laos, Kamboja, Singapura, dan Malaysia, secara keseluruhan hanya mengalami kekurangan semen sebesar 0,4 juta ton sehingga kelebihan produksi di Thailand dan Vietnam yang belum terserap adalah ((54,4+75)-(26,8+45,5)-0,4)= 56,7 juta ton. Vietnam yang memiliki lokasi paling dekat dengan Indonesia merupakan negara yang gencar mengekspor kelebihan produksi semennya ke Indonesia.

Biaya terbesar kedua dalam produksi semen setelah energi adalah distribusi sehingga menjual kelebihan produksinya ke Indonesia adalah pilihan yang paling realistis bagi produsen semen di Vietnam karena lokasinya lebih dekat. Industri semen adalah industri padat modal dengan investasi yang besar. Untuk membangun industri semen dengan kapasitas 3 juta ton diperlukan biaya sekitar Rp3,5 triliun–4,0 triliun, tergantung pada lokasi dan kondisi infrastruktur penunjang. Biaya tersebut belum termasuk kebutuhan biaya untuk membangun infrastruktur penunjang distribusi dan modal kerja.

Di lain pihak, kontribusi industri semen bagi perekonomian sangat besar karena memberikan multiplier effect bagi sektor lain. Konsumsi semen rata-rata per kapita di Indonesia tahun 2013 masih di kisaran 229 kg per tahun, jauh di bawah konsumsi semen per kapita di Vietnam yang sudah di atas 400 kg per tahun ataupun Malaysia yang di atas 600 kg per tahun. Fakta ini semestinya mampu mendorong tumbuhnya produsen semen baru ataupun ekspansi produsen semen eksisting karena ruang pertumbuhan industri semen di Indonesia masih terbuka lebar.

Tahun 2016 kapasitas terpasang pabrik semen di Indonesia akan meningkat tajam yang berasal dari ekspansi produsen eksisting dan produsen baru seperti Anhui, Siam Cement, Juisin. Ini menunjukkan investasi di sektor industri semen di Indonesia menguntungkan. PT Semen Indonesia (Persero) saat ini sedang proses membangun pabrik Indarung VI di Padang dan pabrik Rembang dengan kapasitas masing-masing 3 juta ton/tahun. Kapasitas produksi semen di Indonesia tahun 2013 sebesar 68 juta ton dengan konsumsi semen 61 juta ton. Hal ini menunjukkan bahwa semestinya kebutuhan semen di dalam negeri sudah dapat dipasok oleh industri semen eksisting.

Pada tahun 2013 Indonesia mengekspor semen dan klinker sebesar 575.000 ton (sumber: Asosiasi Semen Indonesia) yang menguatkan pasokan semen dalam negeri sudah lebih dari cukup. Namun, dalam rangka mendorong peningkatan investasi semen di masa mendatang seiring dengan ekonomi yang terus tumbuh serta mendorong persaingan bisnis, pemerintah memberikan kesempatan bagi industri semen, baik baru maupun eksisting untuk mengimpor klinker (semen setengah jadi) dan melakukan penggilingan di dalam negeri.

Langkah tersebut sudah tepat karena dapat menjadi sumber data yang penting bagi pemerintah, khususnya untuk memonitor apakah pemain baru sudah memiliki pasar dan memiliki komitmen untuk berinvestasi. Karena untuk mengimpor klinker harus memiliki pabrik penggilingan semen yang berarti sudah melakukan investasi. Pelarangan impor dalam bentuk semen jadi sangat tepat karena Indonesia akan kehilangan peluang untuk membangun industri semen yang berdaya saing kuat, apalagi tahun 2015 akan diberlakukan ASEAN Economic Community. Potensi kehilangan pertumbuhan ekonomi lokal juga akan hilang jika pertumbuhan konsumsi semen tidak diimbangi dengan tumbuhnya industri semen di dalam negeri.

Apalagi industri semen mampu menggerakkan ekonomi daerah dengan kontribusi pada PAD dan penyerapan tenaga lokal yang cukup banyak serta mampu menumbuhkan industri penunjang seperti pabrik pengantongan, jasa pertambangan. Industri semen yang memanfaatkan limbah sebagai bahan baku dan sumber energi turut membuka kesempatan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar untuk dapat dinikmati masyarakat luas.

DWI SOETJIPTO
Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement