YOGYAKARTA - Peduduk Indonesia dinilai dalam masa kritis ketika memasuki hari tua. Pasalnya, program Jaminan Hari Tua (JHT) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) belum sesuai harapan untuk menanggung masa tua penduduk.
"Kalau kita lihat JHT itu kan seperti tabungan biasa. Tabungan itu bisa diambil kapan saja, ketika dia keluar dari tempat kerja. Lalu jika dia kerja lagi, memiliki JHT kembali, namun saat resign uang itu juga diambil lagi," kata anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Ansyori, dalam workshop di Yogyakarta, Jumat (8/4/2016).
Dia menyebutkan, penilaian masyarakat tentang JHT sama dengan tabungan biasa merupakan anggapan yang keliru. Sebab, JHT mestinya diterimakan kepada penduduk yang tidak lagi produktif.
"Kalau setiap saat keluar kerja, uang itu diambil besarnya cuma berapa. Buktinya itu, junlah warga yang menumpuk mengantre untuk mendapatkan JHT. Ini kelihatannya warga gagal paham terhadap program JHT. Makanya, bisa dibilang jika Indonesia tidak ada jaminan hari tua, JHT kita kritis ," tukasnya.
Pria berkacamata itu menuturkan, JHT mestinya hanya bisa diambil ketika warga sudah memasuki usia 55 tahun. Selain jumlahnya terkumpul lebih banyak, tabungan itu akan bermanfaat untuk biaya hari tua atau modal usaha.
(Fakhri Rezy)