Manisnya Bisnis Bunker BBM

Trust, Jurnalis
Rabu 26 Desember 2007 13:59 WIB
Share :


JAKARTA - Tingginya konsumsi BBM dan rencana pemerintah menggalakkan pemakaian biofuel membuat bisnis bungker bergairah lagi. Kini, harga sewa bungker sungguh amat mahal.

Industri bungker sempat jalan di tempat, ketika UU Migas belum lahir, dan impor bahan bakar minyak (BBM) masih dilakukan secara terbatas. Kini, keran impor BBM sudah dibuka lebar. Order untuk menyimpan minyak pun melonjak tajam.

Belakangan, harga minyak sawit mentah (CPO) juga naik. Produksi CPO kita juga melonjak. Muncul pula semangat memakai biofuel. Tentu saja, bahan bakar nabati itu pun butuh tempat penyimpanan. Bisnis bungker pun seronok dibuatnya.

Manager Operasional importir minyak PT Petro Andalan Nusantara (PAN)Mustofa M Daulay mengatakan, importir ataupun produsen biofuel memang harus memiliki bungker sebagai tempat penampungannya.

Jika tidak, mereka terpaksa menyewa ke perusahaan lain. Saat ini, sejumlah perusahaan kemudian tercatat sebagai spesialis penyewaan bungker. Sebut saja, misalnya, PT Bumi Merak Terminalindo (BMT), Prointal, Aneka Kimia Raya (AKR), Drover, dan Redeco Petrolin Utama.

Simon Harris Thany, President Director PT Redeco Petrolin Utama, mengatakan permintaan akan bungker mencuat sejak 2005 lalu. Kini, ujarnya, amat sulit untuk mencari bungker yang siap pakai. Apalagi, selain pemain minyak dan CPO (bahan baku biofuel), kebutuhan akan bungker juga datang dari industri kimia.

Tak ayal, tingginya permintaan akan bungker membuat harga sewanya mengalami kenaikan. Simon mengatakan, sebelum 2005 sewa bungker untuk bahan kimia masih dihargai USD10 per kiloliter per hari. Kini harganya sudah mencapai US$ 14 per kiloliter per hari.

Sejumlah perusahaan besar memang tak menyewa bungker. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Derom Bangun, mengatakan, bagi perusahaan berskala raksasa, memiliki bungker sendiri jelas lebih ekonomis.

Kendati, biaya untuk membuat bungker amat mahal. Derom mengatakan, untuk membuat satu unit bungker, setidaknya dibutuhkan dana Rp 10 miliar.

Salah satu perusahaan produsen CPO yang memiliki bungker adalah PTPN IV yang berbasis di Medan. PTPN IV membentuk anak perusahaan bernama PT Sarana Argo Nusantara (SAN) yang berada di Pelabuhan Belawan, Medan. Perusahaan inilah yang bertugas mengelola bungker mereka. SAN tidak hanya menyimpan CPO produksi PTPN IV, tetapi juga menyewakan ruang bungkernya kepada perusahaan lain.

Jasa yang ditawarkan oleh PT SAN meliputi jasa pompa, sewa tangki dan ekspedisi untuk komoditi CPO, olein, RBS, gula tetes, dan komoditi cair lainnya. PT SAN juga memiliki jasa dry handling dan sewa gudang untuk dry cargo.

Meskipun perusahaan besar banyak memiliki bungker sendiri, namun Simon optimistis, bisnis bungker di masa yang akan datang masih cukup menjanjikan. Saat ini bungker yang dimiliki Redeco memiliki kapasitas 50 ribu kiloliter. Jenisnya terbagi atas bungker kimia dan bungker BBM.

Rencananya, tahun depan, Redeco masih akan membangun bungker di wilayah Cilegon. Bungker yang akan dibangun tersebut bisa dipakai untuk menampung bahan kimia, BBM, ataupun biofuel.

Wajar jika Simon melihat peluang yang cukup menggiurkan di bisnis ini. Toh, produksi CPO Indonesia pada tahun 2008 mendatang bisa mencapai 18,5 juta ton. Belum lagi BBM impor yang pasti juga akan terus bertambah banyak. Lumayan.

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya