Eksportir Rumput Laut Keluhkan Birokrasi Rumit

Iwan Supriyatna, Jurnalis
Kamis 15 Maret 2012 19:30 WIB
Ilustrasi. Foto: Corbis
Share :

JAKARTA - Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mengeluhkan biaya ekspor yang semakin tinggi dengan panjangnya proses dari mulai perizinan sampai pada pengiriman rumput laut ke negara tujuan ekspor.

Ketua ARLI Safari Azis memaparkan bahwa pihaknya keberatan dengan proses pengurusan Certificate of Legal Origin (CoLO), yakni sertifikat yang menjamin tentang asal usul rumput laut tersebut dari hasil budi daya atau panenan dari alam yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Setiap proses perizinan membutuhkan biaya. Dengan adanya persyaratan tambahan CoLO ini semakin mempertinggi beban pengusaha rumput laut untuk melakukan ekspor ke negara tujuan," ujar Safari melalui keterangan tertulisnya kepada okezone, Kamis, (15/3/2012).

 Safari memaparkan, untuk mendapatkan CoLO eksportir diwajibkan memiliki tiga dokumen persayratan antara lain Izin Usaha Perikanan (IUP), Health Certificate (HC) dan Surat Kelayakan Pengolahan (SKP).

"Yang terjadi di lapangan dengan adanya permintaan CoLO dari negara tujuan seolah-olah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mengeluarkan perizinan untuk memperpanjang rantai birokrasi dengan biaya-biayanya," ungkapnya.

ARLI menilai, saat ini birokrasi untuk ekspor dan impor rumput laut belum terintegrasi dengan baik dan mempersulit pelaku usaha. Safari mencontohkan, pengusaha yang mengolah rumput laut sudah memiliki izin usaha perindustrian, akan tetapi mereka tetap harus pula memiliki SKP yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"SKP ini tumpang tindih dengan Izin Usaha Perindustrian yang telah dimiliki oleh prosesor. Sehingga penerbitan izin yang sama dari dua Kementerian yakni KKP dan Perindustrian membuat bingung para prosesor rumput laut," ujarnya.

ARLI mengusulkan pemerintah untuk mempertimbangkan agar SKP ini ditinjau kembali dengan kondisi yang sebenarnya atau dihapuskan sekaligus.

“Jika ada negara tujuan ekspor yang mempersyaratkan CoLO seperti Chile, maka pemerintah seyogianya membuat CoLO tersebut tanpa harus memperpanjang rentetan persyaratan lainnya,” kata Safari.

Menurut Edaran yang dikeluarkan KKP, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan menginformasikan bahwa hingga saat ini kewenangan penerbitan sertifikat CoLO belum diatur oleh KKP dengan alasan akan segera didukung dengan penerbitan Peraturan Menteri KKP. Namun, sebelum kewenangan penerbitan CoLO ditetapkan, untuk sementara CoLO diterbitkan oleh LPPMHP untuk produk olahan rumput laut yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia, dan oleh Balai Karantina ikan produk rumput laut kering sebagai bahan baku.

“Di lapangan, petugas birokrasi KKP tidak paham betul dengan tata aturan penerbitannya, bahkan tidak ada pedoman atau rujukannya. Jika pemerintah tidak siap, lebih baik CoLO tidak diberlakukan lagi karena asumsinya perizinan baru berarti biaya bertambah,” ungkap Safari.

ARLI melalui Kadin Indonesia meminta Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri mensinergikan aturannya. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka pihaknya akan menghentikan ekspor untuk tujuan Chile.

“Kami harapkan Kementerian Luar Negeri dan Kemendag melakukan negosiasi bilateral dengan pemerintah Chile, bila perlu dihapuskan dari syarat ekspor.”

Selain menyulitkan dalam perizinan, biaya untuk mendapatkan CoLO dinilai tinggi jika dihitung berdasarkan jumlah volume barang mencapai Rp1 juta-Rp1,5 juta per kontainer. Jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya Certificate of Origin (COO) yang dikeluarkan oleh Kemendag atau Kadin yang hanya Rp200 ribu untuk sekali pengiriman ekspor berapa pun jumlah kontainer yang dikirim.

Seharusnya, kata Safari, pemerintah Indonesia tidak mempersulit para eksportir Indonesia. Ironisnya, pemerintah China atau negara pesaing lainnya berupaya membantu pelaku usaha ekspornya agar dapat bersaing di pasar internasional, sementara pemerintah Indonesia malah menciptakan birokrasi baru dengan biaya yang tidak probisnis.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya